Ethicaldigest

Efek Pleiotropik Atorvastatin, selain Menurunkan LDL

Hampir semua statin bekerja dengan cara yang sama, yaitu menghambat konversi 3-hydroxy-3-methylglutaric acid (HMG CoA reductase). Sehingga, terjadi penghambatan proses pembentukan kolesterol. Proses ini menyebabkan penurunan kadar kolsterol LDL dalam darah. Meski demikian, perbedaan molekul antara statin mempengaruhi metabolisme, kelarutan  dan lokasi statin pada sel intra membrane. Hal ini mempengaruhi efikasi dan keamanan masing-masing statin.

Perbedaan yang cukup mencolok adalah susunan kimia dari statin. “Atorvastatin mempunyai gugus fenoksi, yang tidak terdapat pada statin lain,” ucap dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP dari RS Jantung Harapan Kita. Gugus ini bisa menjadi donor proton, sesuai dengan fungsinya sebagai antioksidan.

Masing-masing statin memiliki ciri khas pada karakteristik farmakologisnya. Ini berhubungan dengan posisinya pada sel membran. Pada statin yang lebih lipofilik, seperti atorvastatin, simvastatin dan lovastatin, posisinya terletak overlapping pada inti hidrokarbon membran, berdekatan dengan posfolipid head grup. Biasanya ketiga statin ini disebutkan terletak pada upper phospholipid chain/glycerol backbone.

Lokasi ketiga statin ini berbeda dengan pravastatin yang hidrofilik. Pravastatin terletak pada permukaan membrane. Sedangkan, rosuvastatin terletak pada posfolipid head group glycerol backbone. Karena itu, pada giliranya akan mempengaruhi efikakasi dan keamanan dari masing-masing statin, dan ini semua yang membedakan satu statin dengan lainnya.

Peran statin pada stress oksidatif

Dalam proses terjadinya aterosklerosis, semua faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti hiperlipidemia, hipertensi, diabetes dan merokok akan merangsang mekanisme pembentukan stress oksidatif, pada dinding pembuluh darah. Stres oksidatif, kemudian, akan merangsang kerusakan endotel pembuluh darah. 

Oksidatif LDL (minimally oxidized LDL) dan membrane lipid berkontribusi pada pembentukan sel busa dan inflamasi, yang merusak pembuluh darah yang berkaitan dengan proses aterosklerosis. Statin memiliki mekanisme yang dapat mencegah terjadinya oksidasi pada kolsterol LDL.

Statin menghalangi terjadinya LDL teroksidasi, melalui beberapa mekanisme. Pertama adalah menghambat pada isoprenilation dari rac-1, suatu komponen penting dari nikotinamid adenine dinukleotida phosphate (NADPH) komplek oksidasi, sebagai donor elektron bebas. Kedua, menurunkan ekspresi dari NADPH oksidase. Ketiga, menurunkan kadar serum plasma LDL, yang segera akan teroksidasi. Keempat, beberapa statin dapat menurunkan kadar caveolin-1 dan otomatis akan meningkatkan produksi NO, yang berperan sebagai antioksidan.

Semua proses tersebut merupakan kerja statin secara tidak langsung. Tetapi, khusus untuk atorvastatin dalam bentuk metabolit aktif (ATM), dapat bekerja sebagai antioksidan secara tidak langsung, seperti proses di atas dan dapat bekerja lansung sebagai antioksidan. Hal ini yang membedakan ATM dengan statin lain. ATM mempunyai gugus fenoksi yang dapat secara langsung menjadi donor proton.

Aktivitas antioksidan ATM berkaitan dengan donasi proton dan mekanisme stabilisasi electron, yang berhubungan dengan group fenoksi yang berlokasi di membran hidrokarbon. Gugus fenoksi dari atorvastatin mampu menekan reaksi radikal bebas, dengan mendonasikan proton dan mekanisme stabilisasi resonansi.

Atas dasar perbedaan itu, Mason dan kawan-kawan membuktikan bahwa ATM dapat bekerja secara langsung sebagai antioksidan dengan mengukur kadar TBARS pada LDL manusia. Dalam penelitian ini, pasca pemberian ATM terjadi penurunan LOOH (perioksida lipid) yang bersifat dose dependen. Tampak juga adanya penurunan bermaka kadar TBARS. Pengujian menggunakan statin jenis lain (pravastatin, simvastatin, rosuvastatin), atau dengan terapi hipolipidemik lain (ezetimibe) tidak memberikan efek inhibisi terhadap pembentukan LOOH pada vesikel lipid.

Dampak klinik dari efek antioksidan atorvastatin

Seperti diungkap pada Summary of the Expert Symposium at the 53rd Annual Scientific Sessions of the American College of Cardiology 2004, clinical endpoin atau hasil akhir penelitian klinis dari banyak penelitian statin, disepakati dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah hasil akhir klinis yang lemah (soft endpoin) pada ateroslerosis, seperti perubahan ketebalan dinding arteri atau intima media thickness (IMT) dan volum lipid pada lesi aterosklerosis di arteri. Kedua adalah hasil akhir klinis yang kuat (hard endpoin), adalah angka atau jumlah dari kejadian kardiovaskuler, seperti infark miokard atau stroke atau hasil akhir klinis yang paling kuat dari semuanya adalah jumlah angka kematian karena kardiovaskuler.

“Kalau kita bandingkan statin satu degan lainnya, hanya dengan menggunaan parameter turunnya kadar LDL dalam darah atau Hs CRP sebagai penanda inflamasi, parameter-parameter ini tidak memiliki hubungan yang kuat dengan mortalitas,” terang dr. Hananto. Karena itu, pemahaman mengenai kerja statin pada penyakit pembuluh darah, khususnya aterosklerosis, harus bermula dari tingkat sekuler dan harus mempunyai hubungan yang kuat pada hasil penelitian kohort pada tingkat populasi, yang lebih dikenal sebagai hasil akhir klinis yang kuat (hard endpoin), yaitu morbiditas dan mortalitas.

Salah satunya adalah penelitian, yang melibatkan populasi diabetes dengan jumlah pasien 2383, yang dikenal sebagai penelitian CARD. Penelitian ini menunjukkan, pemberian atorvastatin 10 mg dapat menurunkan angka stroke 48%, angka infark miokard akut 36% dan angka kematian 27%.

Penelitian kohort yang cukup terkenal adalah Anglo-Scandinavian Cardiac Outcome Trial-Lipid Lowering ARM (ASCOT-LLA). Penelitian ini menggunakan atorvastatin dengan jumlah pasien sebanyak 10.305, dengan kadar kolesterol total di atas 200mg/dl, dan diikuti selama 5 tahun. Tapi, penelitian ini dihentikan kurang lebih setelah 3,5 tahun, karena telah terjadi perbedaan bermakna antara kelompok yang diberi atorvastatin dan kelompok placebo.

Hal yang mendasari penghentian penelitian pada 3,5 tahun pengamatan, adalah adanya 100 kejadian penyakit kardiovaskuler primer pada kelompok atorvastatin, dibanding 154 pasien pada kelompok placebo. Atas dasar ini, penelitian ini dihentikan hazard ratio 0,64[95% Cl 0,5-0,83], p=0,0005).

Hasil akhir penelitian ini adalah adanya penurunan angka stroke yang fatal dan tidak fatal sebesar 27% (hazard ratiom 0,73 [0,56-0,96], p=0,024), penurunan angka kejadian koroner total sebesar 29% [0,59-0,86], p=0,0005), dan penurunan angka kumulatif insiden endpoin primer infark miokard non fatal dan penyakit jantung koroner fatal sebesar 36% (HR=0,64[Cl 0,50-0,83], p=0,0005.

Pemakaian statin jangka panjang

Statin dapat menyebabkan penurunan kadar koenzim Q10. Maka, pemakaian statin jangka panjang perlu diimbangi dengan penggunaan Koenzim Q10. Karl Folkers dan kawan-kawan tahun 1990 menyatakan, tidak hanya pada binatang percobaan kadar koenzim Q10 menurun pada pemberian statin jangka panjang. Pemberian pada manusia memberi efek yang sama. Karena itu, menurut Folker, penggunaan statin jangka panjang pada pasien penyakit jantung koroner dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi, perlu disertai dengan pemakaian koenzim Q10.

Telah banyak dibuktikan bahwa lovastatin dapat menurunkan kadar olesterol, melalui penghambatan terhadap enzim HMG-KoA reduktase. Tapi penghambatan ini ternyata juga menghambat biosintesis intrinsik koenzim Q. Folkers dan kawan-kawan membuktikan, pemakaian lovastatin jangka panjang tidak hanya menurunkan kadara kolesterol LDL, tapi juga menurunkan kadar koenzim Q10.

Dengan pemberian koenzim Q10 100 mg /hari, pasien kardiomiopati iskemik mengalami perbaikan ejeksi fraksi dan peningkatan kelas fungsional secara bermakna. Dan, kadar koenzim yang semula rendah karena pamakaian statin jangka panjang, dapat ditingkatkan dan dipertahankan dalam batas normal.

SA Mortensen dan kawan-kaan melakukan penelitian acak, terhadap 45 pasien berusia 30-75 tahun dengan hiperkolesterolemia. Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok mendapat lovastan atau pravastatin. Penelitian berlangsung selama 18 minggu. Dalam penelitian ini terlihat adanya penurunan kolesterol yang bermakna, baik pada pasien yang menggunakan lovastatin  ataupun pravastatin. Di sisi lain, ditemukan  ada penurunan koenzim Q10 yang signifikan. 

Karena itu, walau pun statin efektif dan cukup aman, pada pemakaian jangka panjang perlu hati-hati karena adanya penurunan koenzim Q10. Perlu mengimbangi pemakaian statin jangka panjang dengan pemakaian koenzim Q10.

Antioksidan Vitamin Cegah Penyakit Jantung2