Ethicaldigest

Beta Blockers Turunkan Angka Kematian Pasien Gagal Jantung

Penggunaan Nebivolol dapat menurunkan angka kematian di rumah sakit. Angka kematian karena penyakit kardiovaskular juga turun dan berbeda bermakna dibanding kelompok plasebo, dan  dapat digunakan pada pasien lansia.

Beta blockers merupakan obat yang sudah lama dikenal. Pertama kali ditemukan sekitar tahun 1967, obat ini untuk terapi angina. Berbagai jenis beta blockers sudah beredar di dunia dan Indonesia. Beta blockers dapat dibagi menjadi 3 kriteria yaitu: non selective, alfa-1 blocker dan selective. “Saat ini dokter lebih memilih selective beta blockers seperti Nebivolol, yang ditemukan sekitar tahun 2007, sebagai terapi untuk pasien hipertensi atau penderita gagal jantung,” ujar dr. Santoso Karo Karo, SpJP(K), dalam Annual Scientific Meeting of Indonesia Heart Association (ASMIHA) 2016 di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta.

Nebivolol sebagai generasi ke-3 beta blockers derivate propanolol mempunyai struktur D dan L isomer. Struktur D isomer dari Nebivolol menghambat beta 1 adrenergic, sekaligus sebagai mild vasodilator. Penghambatan reseptor beta 1 ini akan menurunkan denyut jantung. Melalui penurunan denyut jantung dan resistensi periver, Nebivolol dapat menurunkan tekanan darah mencapai target yang diharapkan <140/90 mmHg.

Meski tidak sebaik di Jepang, penggunaan beta blockers untuk penderita gagal jantung di Indonesia sudah mencapai angka 30%. “Angka ini jauh di atas Malaysia yang hanya 10%,” ujar dr. Nani Hersunarti, SpJP(K). Menurutnya, hal yang menjadi masalah kurangnya pemberian beta blockers pada penderita gagal jantung, adalah karena ketakutan pada efek samping. Juga cara mentitrasi beta blockers pada penderita gagal jantung. “Ini yang perlu kita edukasi bersama-sama. Terlebih dalam berbagai literatur dikatakan bahwa pemberian beta blockers, sesungguhnya mampu mengurangi 34% angka kematian pada penderita gagal jantung,” katanya.

Pada kasus gagal jantung, respon reflek saraf simpatis terhadap kondisi gagal jantung dapat membebani kondisi gagal jantung serta mempercepat perkembangan penyakit. Oleh karena itu, beta blocker merupakan penanganan yang sangat efektif, untuk segala tingkat keparahan gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikular. Obat-obatan ini meningkatkan fungsi miokardium dan kualitas hidup, serta memperpanjang harapan hidup. Oleh sebab itu, beta blocker tidak lagi dikontraindikasikan dan kini menjadi standar penanganan dalam berbagai kasus gagal jantung, dengan rekomendasi 1A.

Meski demikian, perlu diingat selektivitas beta blockers berbeda-beda demikian halnya dengan efek vasodilatasinya. “Nebivolol terbukti mempunyai selektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan beta blockers lain. Juga mampu menstimulasi pembentukan nitric oxide (NO) serta memiliki efek vasodilator lebih tinggi, dengan tambahan antioxidative,” jelas dr. Nani.

SENIOR studi, yakni randomized trial yang dilakukan untuk mengetahui manfaat Nebivolol pada pasien lanjut usia (lansia), dikaitkan dengan kejadian kematian dan rawat inap di rumah sakit. Studi ini sudah dipublikasikan di European Heart Journal tahun 2005. Pasien yang ikut dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia >70 tahun, dengan gagal jantung kongestif. Dosis awal beta blockers adalah 1,25 mg sekali sehari.

Ketika pasien mentoleransi dosis ini, dosis ditingkatkan menjadi 2,5 mg dan 5 mg, sehingga mencapai target 10 mg sekali sehari. Penelitian ini diikuti setidaknya oleh 2128 orang yang dibagi dua kelompok, yaitu kelompok Nebivolol dan kelompok placebo. Hasilnya, pada kelompok  Nebivolol angka kematian di rumah sakit turun secara bermakna. Angka kematian karena penyakit kardiovaskular, juga turun dan berbeda bermakna dibanding kelompok yang hanya mendapat plasebo.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa Nebivolol dengan efek vasodilatasinya, dapat digunakan pada pasien lansia (elderly) dan pasien dengan disfungsi diastolik.