Ethicaldigest

Terapi Tanpa Obat Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)

Tidak ada terapi spesifik untuk GNAPS. Pasien hanya butuh istirahat, serta diberi terapi suportif dan simptomatik.

Penanganan pasien dengan Glomerulonefropatik akut pasca streptokokus (GNAPS) mencakup terapi suportif dan simtomatik. “Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk glomerulonefritis. Tapi kalau penderita mengalami bengkak, diberika diuretik. Kalau tekanan darahnya tinggi, berikan  obat antihipertensi,” ucap dr. Sudung O Pardede, Sp.A (K), dari Divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK Universitas Indonesia.

Perawatan inap dibutuhkan bila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat ( klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), BUN > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.

Istirahat

Glomerulonefritis akut adalah penyakit yang bisa sembuh sendiri, tanpa pengobatan. Pasien diberi Istirahat di tempat tidur, terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul di minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tapi pasien belum diizinkan melakukan kegiatan seperti sebelum sakit.

Lamanya perawatan tergantung keadaan penyakit. Dulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan, dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini pengobatan lebih progresif, penderita dipulangkan setelah 10-14 hari menjalani rawat inap, kecuali ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, dilakukan pengamatan lanjut saat berobat jalan.

Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur, menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberi beban psikologik.

Diet

Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi, bila kadar urea kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia, asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari.

Pada penderita dengan edema berat dan bendungan di sirkulasi darah, NaCL 300 mg/hari bisa diberikan. Bila edema dan hipertensi yang terjadi ringan, berikan 1-2 g/m2/ hari. Dan, jika terjadi oliguria, pemberian kalium harus dikurangi. Anuria dan oliguria menetap pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab, dan jarang menimbulkan kematian.

Jumlah cairan yang masuk harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria. Jumlah yang masuk harus seimbang dengan yang keluar. Berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan, pada setiap kenaikan suhu (10 ml/kgbb/hari).

Simptomatik

  • Bendungan sirkulasi

Hal penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan. Dengan kata lain, asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, dilakukan dialisis peritoneal.

  • Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan, dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral, dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya.

Selain obat-obat tersebut, dalam keadaan asupan oral cukup baik dapat diberi nifedipin secara sublingual, dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi), dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

  • Gangguan ginjal akut

Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat. Bila terjadi hiperkalemia berikan Ca glukonas atau Kayexalate, untuk mengikat kalium. “Untuk pemakaian antibiotik, selama fase penyembuhan, ada yang berpendapat memberikan dan ada yang tidak. Masing-masing punya dasar ilmiahnya,” ucap dr. Sudung. Namun, pasien dengan hasil kultur positif harus diberi antibiotic, untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Antibiotik yang digunakan berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM, atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus: Pemantauan dan Rujukan pada Ahli