Ethicaldigest

Erenumab, Terapi Baru Migrain

Riset terbaru pengobatan migrain menunjukkan hasil meyakinkan. Obat generasi terbaru untuk mence­gah munculnya migrain, diha­rap­­kan dapat diproduksi mas­sal tahun depan.  Bagi juta­an penderita migrain di selu­ruh dunia, hal ini bisa menjadi “angin segar”. Pasalnya, peng­o­batan saat ini sangat terbatas dan tidak spesifik mampu mencegah migrain berulang.

Bagi pasien, migrain terasa lebih buruk dengan muncul­nya mual, muntah, sensitif pa­da suara dan cahaya, juga kele­lahan. Di laman sciencealert.com., Simon Evans, Chief Executive Migraine Action menjelaskan, “Migrain kerap hanya diang­gap sebagai sakit kepala. Nya­ta­nya bisa sangat melemah­kan, suatu kondisi kronis yang dapat menghancurkan kehi­dup­an seseorang.”

Menurut WHO, penyakit ini termasuk yang paling ber­dam­pak pada keseharian sese­orang, disebabkan perawatan dan pengobatan yang tidak adekuat.  Banyak penderita migrain harus berjuang mela­wan penyakitnya selama ber­ta­hun-tahun, dan berdampak buruk pada produktivitas.

Serangan migrain dapat ber­­­langsung beberapa jam sam­­pai hitungan hari. Seba­gian besar (>90%) mengalami mi­grain episodik; <15 hari/ bulan. Pada migrain kronis, serangan berlangsung >15 hari/ bulan dan dirasa sangat mengganggu kualitas hidup penderita.

Sejauh ini, pasien migrain hebat terpaksa mengonsumsi lebih dari satu obat, untuk mencegah serangan berulang. Sayangnya tidak ada obat yang benar-benar dapat meng­a­tasi migrain, seperti obat antidrepresan, obat penurun tensi, antiepilepsi, dll.

Dua penelitian tentang obat baru migrain dipublika­si­kan dalam New England Journal of Medicine. Obat ini ada­lah monoclonal antibodies. Antibodi ini menarget CGRP (calcitonin gene-related peptide), molekul yang berperan dalam timbulnya migrain.

Riset STRIVE menguji obat Erenumab, yang diinjeksikan pada 955 pasien (dari sekitar 121 studi) untuk mencegah migrain episodik. Pengobatan dilakukan selama 6 bulan. Ra­ta-rata responden menga­lami episode migrain 8,3 hari/ bu­lan. Erenumab mampu me­ngu­­rangi menjadi 3,2 hari, da­lam dosis 70 mg, dan 3,7 hari pa­da dosis lebih tinggi (140 mg).

Pada kelompok dosis ting­gi (140 mg), 50% partisipan mengalami penurunan serang­an migrain sampai 50%. Erenu­mab adalah satu-satunya obat yang bekerja dengan mengha­langi reseptor CGRP di otak. Obat yang dikembangkan perusahaan farmasi Amgen dan Novartis ini, sudah mele­wati studi fase III.

“Hasil riset STRIVE meng­gam­barkan transisi dari pe­nge­tahuan tentang migrain yang buruk, terapi yang perlu ditata ulang ke terapi spesifik yang didesain untuk migrain,” papar pemimpin penelitian Peter Goadsby, dari King’s College Hospital di London dan NIHR – Wellcome Trust King’s Clinical Research Facility.

The Migraine Physical Function Impact Diary (MPFID) juga mencatat, pasi­en yang dirawat dengan ere­nu­mab mengalami perbaikan fisik dan peningkatan kemam­pu­an un­tuk berpartisipasi dalam akti­vi­tas harian, selama percobaan berlangsung.

Riset kedua dilakukan Te­va Pharmaceuticals, de­ngan mengembangkan obat yang disebut Fremanezumab. Diuji­co­bakan pada 1.130 pen­derita migrain kronis. Terjadi penu­runan serangan migrain men­jadi 4,3 hari dari rata-rata 13,2 hari /bulan, setelah men­dapat injeksi Fremanezumab selama 12 minggu. Berbeda dengan Erenumab, obat ini menarget langsung pada mo­lekul CGRP.

Walau hasil kedua pene­li­tan memuaskan dibanding plasebo, peneliti meyakini ma­sih diper­lukan riset tambahan untuk meli­hat keamanan pema­kaian obat dalam jangka panjang. (jie)