Ethicaldigest

Prokalsitonin dalam Tatalaksana Sepsis

Prokalsitonin (PCT) merupakan prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino, yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid. PCT merupakan biomarker dalam diagnosis sepsis berat dan sepsis shock.

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi karena respon tubuh yang berlebihan, terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Kon­disi ini ditandai dengan panas, taki­kardi, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ, serta berhubungan dengan gang­guan sirkulasi darah.

Lebih dari 1,5 juta orang di Amerika Serikat (AS) setiap tahunnya mengalami sep­sis, sebanyak 250.000 di antaranya ber­akhir dengan kematian. Dapat dikatakan, 1 dari 3 orang yang mengalami kematian di rumah sakit, memiliki sepsis.

Kejadian sepsis paling besar terjadi di rumah sakit atau paska perawatan di rumah sakit. Ini karena bakteri penyebab sepsis umumnya masuk ke tubuh melalui peralatan intra vena, sayatan bekas ope­ra­si dan kateter. Risiko terjadinya sepsis meningkat pada kelompok orang dengan sistim kekebalan tubuh yang rendah seperti penderita HIV/AIDS, kanker, usia lanjut, pasien diabetes dan orang yang meng­onsumsi obat-obat yang menekan sistim kekebalan tubuh.

Prokalsitonin (PCT) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino, yang disekresi oleh sel C dari kelenjar ti­roid. Pada keadaan normal kadar prokal­si­­tonin meningkat pada kasus septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih. PCT saat ini diketahui merupakan biomarker dalam diagnosis sepsis, sepsis berat dan sepsis shock.

Pada orang sehat level PCT tak lebih da­ri 0,15 ng/mL. Seseorang dicurigai meng­alami sepsis, jika nilai PCT > 0,5 ng/mL. Makin tinggi nilai PCT, semakin tinggi kemungkinan terjadinya kegagalan organ akibat inflamasi sistemik, serta mening­katkan risiko mortalitas.

Meski bukan satu-satunya biomarker sepsis, PCT dalam beberapa penelitian terbukti lebih baik dibanding marker lain seperti C-reactive protein (CRP), laktat, dan beberapa citokin proinflamasi seperti (IL-6, dan IL-8) dalam diagnosis sepsis.

Vidas BRAHMS PCT merupakan alat diagnostik canggih, untuk mengetahui nilai PCT pasien. Alat ini mampu memberi­kan hasil yang akurat hanya dalam 20 me­nit. Selain mampu membedakan jenis in­feksi, alat ini berhubungan dengan pili­han terapi antimikrobial yang tepat waktu dan sesuai, untuk perbaikan morbiditas dan mortalitas pasien terutama di Unit Gawat Darurat (UGD). Selain itu, hasil Vidas BRAHMS PCT bisa dijadikan dok­ter sebagai reko­men­dasi untuk memper­sing­kat pemberian antibiotik pada pasien, untuk mengurangi kemungkinan resis­ten­si. Pada pasien sepsis, penghentian pem­berian antibiotik dianjurkan jika nilai PCT < 0,5 ng/mL. 

Penelitian observasional menunjukkan adanya penurunan mortalitas signifikan, saat antibiotik diberikan dalam 4 – 8 jam pertama (p < 0,01). Rekomendasi Surviving Sepsis Campaign terkini adalah untuk memberikan antibiotik dalam waktu 1 jam, setelah terjadi diagnosis sepsis.

Direkomendasikan pemberian antibio­tik spektrum luas pada awalnya, yang di­se­suaikan dengan sumber infeksi poten­sial dan menurut pola sensitivitas dan resistensi lokal rumah sakit. Konsultasi bedah untuk pengendalian sumber, layak dilakukan apabila pasien mempunyai abses yang tidak dapat didrainase atau sumber sepsis intraabdominal.

Pertimbangan juga harus diberikan pada kemungkinan organisme resisten, saat pasien tinggal di  rumah jompo atau pengguna obat-obatan intravena.