Ethicaldigest

Menjaga Keamanan Darah dengan NAT

Transfusi darah berisiko menularkan penyakit HIV, hepatitis B dan C. Skrining dengan NAT dapat menjamin keamanan darah. 

HIV/AIDS menular melalui berbagai cara; salah satunya melalui transfusi darah. Kasus pertama infeksi HIV/AIDS melalui transfusi darah, terjadi pada 1982 di Amerika Serikat. Pada tahun 1984, ada 714 kasus infeksi melalui transfusi darah. “Maka pada 1985, dilakukan uji saring, yang berhasil mengurangi kejadian infeksi dari tahun 1985 – 1990, hingga hanya 3 kasus infeksi,” ucap Prof. DR. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM (K), pada seminar kesehatan di Kantor Walikota Jakarta Timur.

Di sisi lain, transfusi darah juga memiliki risiko penularan hepatitis B dan C. Uji saring mampu menurunkan risiko penularan hepatitis B dan C, dari 1 per 300 tahun 1985 untuk heptaitis C menjadi 1/103.000 tahun 1996. Hepatitis B dari 1 per 400 pada 1986 menjadi 1 per 63000.

Menurut Prof. dr. David H. Muljono, Deputi Direktur dan Peneliti dari Lembaga Eijkman dan Komite Ahli Hepatitis Nasional, “Yang menjadi masalah dari uji serologi adalah, pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi virus, ketika viral load sangat rendah dalam darah. Dari sebuah penelitian di Indonesia, terhadap 7913 sampel donor darah dari 104 unit tranfusi darah di 30 provinsi di Indonesia, didapatkan 10% dari semua donor dengan HbsAg negatif adalah hepatitis B tersamar.”

Nucleic acid amplification test

NAT (nucleic acid amplification test) adalah teknik untuk mendeteksi virus atau bakteri secara molekuler. NAT dikembangkan untuk memperpendek masa jendela, mendeteksi kadar RNA HIV, RMA HCV dan DNA HBV virus dalam jumlah rendah. NAT menambah keamanan suplai darah, karena mampu mendeteksi virus atau bakteri dalam masa inkubasi, mampu mendeteksi mutan virus dan incult infection. Serta, amat sensitif dan spesifik untuk asam nukleat virus. NAT bisa mendeteksi HIV-1 lebih cepat 10,6 hari, mendeteksi virus hepatitis B lebih cepat 22,9 hari dan mendeteksi virus hepatitis C lebih cepat 55,9 hari dibanding pemeriksaan serologis.

Jika dilihat dari cost-effectiveness, alat, reagen dan biaya, pemeliharaan NAT mahal dan memerlukan keterampilan khusus. Namun, pemeriksaan ini bisa mengembalikan subyek dengan anti HBc positig NAT negatif ke dalam pool donor. Pemeriksaan ini juga bisa mendeteksi sebagian besar infeksi hepatitis B tersamar, dan menggantikan pemeriksaan p24 pada HIV.

Penggunaan NAT di UTD PMI DKI Jakarta

“Pada 2010, produk darah telah ditambahkan ke dalam daftar obat esensial,” kata Dr. Salimar Salim, MARS, Kepala UTD PMI Provinsi DKI Jakarta. Karena itu proses pengolahannnya harus dilakukan mengikuti kaidah yang berlaku, untuk menjamin efikasi dan keamanan produk darah.

Darah merupakan obat esensial. Karena itu baik sumber, proses pengolahan dan pemberiannya harus dijamin efekasinya. “UTD DKI Jakarta telah melakukan penyaringan pada darah yang diterima. Jika terbukti positif mengandung virus HIV, hepatitis B dan C akan dimusnahkan,” kata dr. Salimar.

Untuk menjamin keamanan produk, UTD DKI Jakarta telah mendapat ISO 9001-2015 dan CPOB dari BPOM. Ini bisa menjadi jaminan keamanan dan kualitas darah, mulai dari proses pengambilan sampai diberikan ke RS. Hal itu karena darah telah melalui proses standar yang harus dipatuhi, seperti SDM yang terlatih, sarana dan prasarana yang terstandar, tervalidasi dan dikalibrasi.