Ethicaldigest

Epinefrin Pengganti Turniket pada Operasi Tangan

Operasi bedah tangan bersifat unik, karena harus terbebas dari perdarahan yang dapat mengganggu pengenalan dokter bedah terhadap struktur-struktur penting anatomi tangan (tendon, pembuluh darah, saraf, otot-otot kecil, tulang dan sendi) yang kompleks, sehingga operasi terhindar dari cedera struktur tersebut. Standar bedah tangan memerlukan turniket, yang memiliki manset. Turniket dipasang di lengan atas, terhubung dengan mesin untuk menghasilkan tekanan tinggi agar aliran pembuluh darah nadi dan balik dapat terhenti.

Aliran darah yang terhenti total dan mengakibatkan iskemia, masih aman selama turniket terpasang tidak lebih dari 1,5–2 jam. Selama itu pula, operasi dikerjakan dalam pembiusan umum atau blok regional seluruh lengan. Bila turniket terpasang lebih dari waktu aman iskemia, tangan dapat mengalami cedera hebat, gangguan fungsi, bahkan kematian jaringan. Maka, operasi harus dikerjakan dalam waktu singkat.

Sayangnya, banyak operasi tangan yang memerlukan pengerjaan operasi >2 jam. Untuk itu, perlu alternatif pengganti turniket yang dapat membantu dokter melakukan operasi lebih lama, tanpa mengakibatkan cedera jaringan. Epinefrin adalah zat yang memiliki efek vasokontriksi, pada pembuluh darah. Terbukti tidak menyebabkan kematian jari, zat ini berpotensi menggantikan peran turniket.

Ada kepercayaan yang dianut para klinisi, dan diajarkan dalam pendidikan kedokteran, bahwa epinefrin tidak boleh disuntikkan ke dalam end artery organs. Juga, ada kontroversi penggunaan epinerfrin dosis rendah. Dr. Theddeus OH Prasetyo, Sp.BP, tertarik mengkaji pemanfaat epinefrin sebagai pengganti turniket dalam mengurangi perdarahan, saat dilakukan operasi tangan. Desertasinya ini dipertahankan di hadapan penguji di FKUI.

Desain penelitiannya adalah penelitian eksperimental, uji klinis (acak buta ganda) dan seri kasus klinis penggunaan larutan tumescent one-per-mil, yang mengandung epinefrin 1:1.000.000 dan lidokain 0,2%. Penelitian eksperimental dilakukan pada tikus Sprague-Dawley, untuk mengamati kejernihan lapangan operasi dan tekanan parsial oksigen dalam jaringan (TcPO2). Uji klinis dilakukan pada subyek orang normal, melalui suntikan pada pulpa jari untuk mengetahui masa tunda optimal melalui pengukuran saturasi oksigen (SpO2); serta mengenali peran vasokompresi hidrostatik (tekanan pada pembuluh darah karena desakan cairan suntik).

Terapan klinis operasi sadar penuh (tanpa bius umum atau blok regional), dikawal dengan uji klinis untuk mengetahui mula dan lama kerja lidokain, sebagai obat bius lokal. Kelompok seri kasus meliputi operasi tangan dan ekstremitas atas pada kelompok anak, operasi kontraktur pascaluka bakar, operasi yang melibatkan tulang dan sendi, operasi eksisi malformasi pembuluh darah, rekonstruksi sela jari dengan flap, serta operasi sadar penuh.

Operasi pada tikus menghasilkan seluruh lapangan operasi bebas perdarahan, dengan semua jaringan flap tetap hidup walau diberi perlakuan iskemia, sebelum diberi suntikan. Selain epinefrin dalam larutan one-permil, ternyata teknik suntik tumescent, yang bermakna suntikan bervolume masif (berlebihan), ikut berperan dalam menghasilkan penuruan aliran darah, tanpa mengakibatkan iskemia. Peran ini juga dibuktikan pada subyek orang normal.

Hasil uji klinis menunjukkan, rerata delta (selisih) SpO2 pada kelompok epinefrin lebih besar secara bermakna, daripada kelompok salin normal. Epinefrin menunjukkan masa tunda optimal 13,9 (SB 5,38) menit. Mula kerja lidokain 5 (1–9) menit, dengan lama kerja 186,8 (SB 44.02) menit. Seluruh operasi pada 77 subjek bedah tangan dapat dikerjakan, tanpa konversi turniket. Studi juga menunjukkan efektivitas operasi sadar penuh tanpa bius umum, maupun blok regional.

“Epinefrin yang selama ini dilarang digunakan untuk jari, terbukti aman. Obat tersebut dalam konsentrasi sangat rendah, bersama-sama dengan efek vasokompresi hidrostatik, efektif dalam menghasilkan lapangan operasi bebas perdarahan,” tulis dr. Theddeus, dalam rangkuman penelitiannya. Keberhasilan hidup 100% jaringan tikus yaitu flap yang telah diberi perlakuan iskemia sebelumnya, menunjukkan keamanan larutan one-per-mil. Nilai SpO2 yang menurun, tapi masih dalam rentang normal, menunjukkan tidak terjadinya efek iskemia pada jari.

Hasil studi pada tikus maupun jari subyek normal. Ini menunjukkan, epinefrin bersama-sama dengan efek vasokompresi hidrostatik berperan dalam penurunan perfusi, tanpa mengakibatkan iskemia. Masa tunda optimal efek hiperfusi selama 14 menit, menjadi referensi yang relevan untuk mendukung praktik klinis masa tunggu sebelum insisi selama 7-10 menit.

Selain efektif, termasuk dalam operasi sadar penuh yang berlangsung tanpa konversi turniket, hasil pengamatan teknik tumescent one-permil pada operasi kontraktur pasca luka bakar, mematahkan paradigma bahwa operasi harus dilakukan dengan turniket. Larutan one-per-mil juga aman diterapkan pada operasi kasus pasien bayi dan anak, dengan tidak dijumpainya nekrosis jaringan flap maupun nekrosis jari anak.

Berdasarkan evaluasi luaran fungsi pada seri kasus operasi pada kontraktur luka bakar dan spaghetti wrists (putus struktur multikabel), teknik tumescent one-per-mil menunjukkan potensinya untuk dapat diterapkan pada kasus-kasus kompleks.