Ethicaldigest

Terapi Agresif Diabetes dengan Insulin Basal

Dokter diharapkan melakukan pendekatan agresif, terutama pada mereka dengan faktor risiko. Insulin basal aman tidak menyebabkan hipoglikemi.

Banyak pasien tahu dirinya menderita diabetes, setelah mengalami stroke atau serangan jantung. WHO (2016) menyatakan, terjadi lonjakan pasien diabetes di Indonesia dari 8,5 juta kasus (2000) menjadi >21 juta kasus tahun 2030.

Dokter diharapkan melakukan pendekatan “agresif”, terutama pada mereka dengan faktor risiko. Menurut Riskesdas 2007, obesitas (23%), obesitas sentral (47,3%), hipertensi (56,5%) dan kebiasaan merokok (44,4%) merupakan faktor risiko utama diabetes di Indonesia. Risiko lain berupa kurang aktivitas fisik (23%) dan diet kurang serat (16,7%).

“Kalau pasien diabetes mellitus (DM) datang dengan komplikasi, kira-kira penyakitnya sudah berjalan 10 tahun,” papar dr. R. Bowo Pramono, SpPD-KEMD, dari Jogja International Hospital. Ini sesuai dengan laporan National Health and Nutrition Examination Survey  (NHANES) bahwa penderita DM lebih dari 10 tahun, risiko komplikasi penyakit makrovaskular semakin besar.

Salah satu masalah dalam manajemen DM, menurut dr. Bowo, adalah distribusi pemberian obat; dalam hal ini insulin. Pasien yang diberi insulin oleh dokter di fasilitas kesehatan tingkat II, terpaksa diskontinyu karena insulin tidak tersedia di faskes tingkat I. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya target terapi.

The International Diabetes Management Practice Study (2011) menyatakan, di Indonesia rata-rata pasien datang dengan HbA1c 8,27%, dan hanya 37,4% yang mencapai target terapi HbA1c <7%. Sesuai konsensus Perkeni 2015, salah satu terapi yang disarankan adalah menggunakan insulin basal pada pasien DM dengan HbA1c >7,5%.

“Jangan segan-segan melakukan terapi agresif. Pasien datang dengan gula darah normal, kalau HbA1c-nya tidak dicek, tidak banyak memberi manfaat. Banyak kasus gula darah (puasa) 86 mg/dL, tapi HbA1c-nya 9,4%. Kalau kita biarkan glucotoxicity, macam-macam komplikasi bisa terjadi,” ujar Dr. dr. Wira Gotera, SpPD, KEMD, staf pengajar Program Studi Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.  

Insulin basal

Berbagai penelitian menyatakan, insulin basal efektif menurunkan angka A1c. Riddle MC, et al., melakukan studi pada 756 penderita DM2 yang mengalami kegemukan dengan nilai HbA1c > 7,5%, yang sebelumnya mendapat satu atau dua jenis obat antidiabetes oral. Peneliti menambahkan insulin glargine atau NPH satu kali sehari. Terapi dilakukan selama 24 minggu.

Riset yang diterbitkan di jurnal Diabetes Care (2003) ini menyimpulkan, penambahan insulin glargine pada terapi oral dapat mencapai HbA1c 7% dengan aman, pada sebagian besar responden. Insulin glargine tercatat lebih sedikit menyebabkan hipoglikemia nokturnal dibanding NPH.

Dalam Treat-to-Target Studies oleh Karl DM, dkk., pada 2251 partisipan yang mendapat insulin glargine selama 24 minggu, dan ditambahkan pada 1 atau 2 OAD, mendapati 52% tidak mengalami gejala hipoglikemik berat. Sebanyak 17% responden mengalami 1 kejadian hipoglikemik, 7% partisipan dengan 2 kejadian hipoglikemik, dan hanya 1,5% yang mengalami hipoglikemi berat.

Demikian pula studi jangka panjang (32 bulan) oleh Schreiber SA, Haak T, et al., pada 12.216 pasien DM2, dengan rata-rata HbA1c 8,6% dan gula darah puasa (FBG) ± 200,7 mg/dL. Penurunan HbA1C -1,7% dan glukosa puasa -71,4 mg/dL terjadi dalam 9 bulan terapi, dengan pemakaian insulin glargine plus OAD. Kondisi ini bertahan hingga 32 bulan; HbA1c -1,6%, FBG -71,8 mg/dL.

“Hipoglikemi penting karena begitu hipo, adrenalin teraktivasi menyebabkan takikardi. Sirkulasi ke jantung tidak baik karena aterosklerosis, sehingga bisa terjadi infark atau iskemi,” terang dr. Wira. “Yang banyak menyebabkan hipoglikemia bukan insulin, apalagi insulin basal, tapi sulfonylurea.”

Insulin basal (glargine) memberi efek penurunan gula darah dengan smooth, dibanding insulin NPH. Ini didukung riset Riddler MC, dkk., dengan injeksi insulin pada pukul 22.00. Insulin NPH akan mengakibatkan puncak penurunan gula darah sampai 1,4 poin pada jam 06.00, sementara insulin glargine hanya 0,8 poin di waktu yang sama.

“Insulin basal boleh langsung dipakai, jika HbA1c-nya tinggi. Jangan segan-segan ambil risiko, jika faktor fisiologinya jelas,” tutur dr. Wira. (jie)