Ethicaldigest

Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), FAAP

Pneumonia masih menjadi pembunuh utama pada anak di bawah usia 5 tahun. Walau terdapat penurunan tingkat kematian pada tahun 2000-2015, dari 2,9 juta menjadi 0,9 juta atau 47%, angka tersebut masih tetap tinggi.

“Untuk stop pneumonia semua pihak harus bergerak. Jumlah dokter anak di Indonesia ada 4100 orang, atau 1:22 ribu. Sementara jumlah kelahiran mencapai 5 juta per tahun, setara dengan jumlah penduduk Singapura. Kita butuh media, anggota IDI, perawat, dan lain lain, untuk memberin edukasi bahwa pneumonia bisa dicegah,” terang Dr. dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), FAAP, Ketua Ikatan Dokter Anak Indoneisa (IDAI).

Pencegahan pneumonia melalui ASI eksklusif, nutrisi yang cukup imunisasi dan menghindari gas toksik; termasuk rokok. Sayangnya Riskesdas menyatakan jumlah perokok remaja semakin meningkat, dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018).

“Imunisasi pneumokokus / PCV belum ada, tetapi faktor risikonya meningkat. Kita ini nekat, kolot atau bodoh, beda tipis. Tidak ada kontrol orangtua dan negara yang ketat, terhadap anak yang merokok. Membeli rokok bisa dimana saja. Yang lebih parah, rokok dijadikan pahlawan penyelamat BPJS dari devisit keuangannya.”

Imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulansabgat buruk, hanya 59%. “Ada imunisasi-imunisasi yang terkait dengan pneumonia. Kalau tidak imunisasi campak (MR), risiko pneumonia tinggi. Itu sebabnya, pneumonia harusnya tidak hanya menjadi urusan Kementerian Kesehatan, tetapi juga Kementerian Pendidikan dan Agama.” (jie)