Ethicaldigest

Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K)

Banyak pasutri yang sudah menikah bertahun-tahun tetapi belum mendapat momongan. Di sisi lain, ada pasangan yang isterinya sudah berumur di atas 40 tahun hamil dan melahirkan dengan mudah. Kondisi yang dijumpai di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, ini memunculkan berbagai pertanyaan di benak Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K).

Misalnya, kapan sebetulnya waktu yang pas bagi seorang perempuan untuk bisa hamil? Apakah itu berhubungan dengan usia, berat badan serta kondisi fisik lain? Ia mencari biomarker yang tepat untuk mengetahui hal tersebut. Kemudian dilakukan penelitian pada 2007-2008. Kebetulan, saat itu dunia kesehatan tengah menaruh perhatian pada anti-mullerian hormone (AMH). Yakni senyawa glikoprotein yang diproduksi sel granulosa folikel yang mengelilingi sel telur.

Dalam penelitian tersebut Dr. dr. Wiweko berinisiatif menerapkan AMH di Indonesia. Dia meneliti fungsi AMH serta pengaruhnya pada kehamilan. Hal itu dilakukannya terhadap 1.616 pasien perempuan. Setiap pasien yang datang berobat diminta menjalani tes darah. Seluruh kadar AMH dalam tubuh pasien dicatat, kemudian dicocokkan dengan jumlah sel telur yang dimiliki.

Diakui hal itu tidak mudah. Banyak pihak yang meragukan penelitiannya bisa sukses. Beberapa rekan sejawat juga bersikap skeptis. “Namanya juga pemeriksaan pertama,” ujarnya. “Memang agak susah dan banyak yang meragukan.”

Kini dr. Wiweko, sudah mengembangkan normogram AMH, berdasarkan kelompok umur. Hal ini  dapat dijadikan patokan untuk mengetahui umur biologis. “Untuk bisa hamil, seorang perempuan setidaknya harus memiliki 1,4 nanogram per milimeter (mg/mL).

Normogram AMH yang dikembangkan tahun 2013, merupakan aplikasi berbasis android dengan nama “Indonesian Kalkulator of Oocytes – IKO”. Aplikasi ini dapat menjadi panduan bagi pasien dan dokter, untuk mengetahui kapan saat yang tepat bagi seorang perempuan untuk hamil. Aplikasi ini dapat diunduh di google play.