Ethicaldigest

Kebutuhan Nutrisi Pasien Berbeda-beda

Gagal Hati

Pasien dengan gagal hati memiliki abnormalitas elektrolit yang mencolok, dan bias diatasi dengan merestriksi cairan sebagai upaya menurunkan pembentukan asites. Pasien-pasien tersebut biasanya memiliki kadar potasium, magnesium yang meningkat dan zinc yang menurun. Mereka juga dapat mengalami hiponatremik yang cukup berat, walau konsentrasi sodium tubuh total tinggi. Sebab itu, harus dihindari koreksi konsentrasi sodium plasma dengan cepat, karena sodium tubuh total sering kali tinggi tidak normal dan dapat menyebabkan central pontinemyelinolysis.

Gagal hati akut sering disertai ensefalopati, akibat akumulasi ammonia karena kelainan pada siklus urea pada lever. Pemberian asam amino tertentu dapat memperburuk ensefalopati dan sumber nitrogen dengan peningkatan asam amino rantai bercabang dan penurunan sulfur aromatik yang mengandung asam amino.

Gagal Nafas

Kelebihan makan adalah masalah utama pada pasien dengan gangguan fungsi nafas. Rasio produksi karbondioksida dengan konsumsi oksigen, disebut respiratory quotient – R/Q –secara normal antara 0,85-0,90. Metabolisme lemak dihubungkan dengan nilai R/Q 0,7, sedangkan metabolism glukosa memiliki R/Q 1,0. Pasien dengan gagal nafas memiliki kesulitan dalam mengeliminasi karbondioksida dan dianjurkan makan dengan suatu regimen makan dengan R/Q yang lebih rendah. Dalam praktiknya, hal ini hanya berdampak kecil ketika pasien menjalani ventilasi mekanis. Tapi berdampak penting ketika pasien dihentikan dari ventilator. Yang penting, batasi asupan kalori dan harus dihindari R/Q lebih dari 1,0.

Gagal Ginjal

Dukungan nutrisi pada pasien dengan gagal ginjal, bergantung pada frekuensi dan jenis terapi dukungan nutrisi, dan apakah gagal ginjal bersifat akut atau kronis. Sebagian besar pasien sensitif terhadap kelebihan kandungan cairan. Karenanya perawatan membutuhkan pemberian elektrolit, terutama potasium, magnesium dan fosfat. Terapi gizi pada penyakit gagal ginjal kronik dibagi menjadi:

  1. Gagal ginjal kronik belum hemodialisis. Terapi gizi sifatnya individual, pemberian makan mengacu pada hasil laboratorium. Keseimbangan cairan, berat badan, intake dan output cairan dimonitor tiap hari. Penderita dimotivasi agar koopertaf terhadap pemberian makan. Makanan dimonitor dan dievaluasi, berapa banyak yang dimakan dan berapa banyak sisa yang tidak dimakan.
    • Pemberian protein: 0,55 – 0,6 g/KgBB, minimal 40 g/hari (terdiridari 2/3 protein biologi tinggi, yaitu protein hewani dan 1/3 protein nabati. Protein sangat terbatas 0,28 g/Kg BB diberikan dengan tambahan suplemen asam amino esensial atau keto-acids pada pasien dengan motivasi kuat.
    • Pemberian lemak: tidak boleh >30%  total kalori. Lemak jenuh harus<10%. Kolesterol tidak >300 mg/hari
    • Pemberian karbohidrat: harus dibiasakan makan karbohidrat kompleks dibandingkan karbohidrat sederhana
    • Pemberian cairan dan elektrolit: intake cairan 1500 ml. sodium 1000 – 3000 mg. potasium tidak >70 meq/hari, harus menghin dari tinggi kalium. Fosfor 8 – 10 mg/KgBB/hari.
    • Pemberian kalsium: 1400 – 1600 mg/hari
    • Magnesium 100 – 300 mg/hari
  2. Gagal ginjal kronik dengan hemodialisis
    • Pemberian energi: 35 Kkal/KgBB ideal/hari
    • Pemberian protein 1,2 – 1,4 g/KgBB/hari. Protein dibatasi 1,2 g/kgBB/hari pada awal hemodialisis.
    • Pemberian lemak: < 30% total energi/hari. Rasio lemak tidak jenuh terhadap lemak jenuh 1 : 1
    • Pemberian karbohidrat: sebagian besar berasal dari karbohidrat kompleks disbanding karbohidrat sederhana.
    • Pemberian vitamin: suplemen Piridoksin 5 – 10 mg/hari. AsamFolat 1 mg/hari. vitamin C 100 mg/hari.
    • Pemberian cairan dan elektrolit: 750 – 1500 ml. Sodium 750 – 1000 mg. Potasium tidak>70 meq/hr. Hindari makan tinggi kalium. Fosfor 8 – 10 mg/Kg BB/hari. Kalsium 1000 – 1500 mg/hari. Magnesium 100 – 300 mg/hari

Pankreatitis Akut

Makan saat pankreatitis akut, menyebabkan nyeri dan peningkatan pelepasan enzim pankreas. Banyak peneliti mencoba mengevaluasi alternatif pemberian makan pada pasien-pasien ini. Hasilnya tidak menunjukkan banyak manfaat dalam menstimulasi sekresi pankreas. Pemberian lipid secara intravena, biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Efek pemberian makan secara enteral belum jelas. Beberapa penelitian tidak menunjukkan adanya efek pada sekresi pankreas, selama jejunal feeding. Sedangkan penelitian lain menunjukkan adanya efek stimulasi. Jejunal feeding pada pasien dengan pankreatitis ringan sampai moderat, dapat ditoleransi dengan baik dan tidak mahal. Walau hanya 82% pasien yang diberi makan secara enteral bias mencapai target kalori, dibandingkan 96% pasien yang diberikan TPN, outcome klinisnya sama.

Sebetulnya, semua pasien bias diberimakan secara intravena atau enteral. Itu karena sudah dikembangkan dua teknik penting: infuse larutan nutrient hipertonik melalui kateterisasi vena pusat, dan pemberian intraluminal makan enteral khusus melalui feeding tube. Formula parenteral dan enteral dapat memberikan nutrient esensial. Banyak pasien yang tidak bias makan secara normal, bias hidup produktif sambil diberi nutrisi melalui kedua rute ini.

Kebutuhan Nutrisi Pasien