Ethicaldigest

Pengendalian Risiko Kardiometabolik Pasien Diabetes

Berbagai penelitian dengan jelas menunjukkan bahwa pasien diabetes dengan tekanan darah tinggi, memiliki risiko penyakit kardiovaskuler dua kali lipat dibanding pasien non diabetes dengan tekanan darah tinggi. Dengan begitu, mengendalikan risiko penyakit kardiovaskular harus memperhatikan berbagai faktor risiko kardiometabolik, terutama obesitas, hipertensi, dislipidemi, dan diabetes.

Terapi hipertensi pada pasien diabetes tipe 2

Hipertensi merupakan komorbid diabetes yang sering dijumpai, mengenai sekitar 20-60% pasien diabetes, bergantung pada obesitas, etnis, dan usia. Pada pasien diabetes tipe 2, hipertensi sering timbul sebagai bagian dari resistensi insulin, bersama dengan sindrom metabolik lainnya. Sedangkan pada diabetes tipe 1, hipertensi dapat menunjukkan terjadinya nefropati diabetikum.

Studi United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan, setiap penurunan 10 mmHg tekanan sistolik, risiko komplikasi diabetes turun sebesar 12%,  kematian akibat diabetes 15%, infark miokard 11%, dan komplikasi mikrovaskuler 13%. Karena itu, sangat beralasan jika pasien diabetes tipe 2 dengan hipertensi harus diterapi dengan lebih agresif, dengan target terapi yang lebih rendah dibanding pasien non diabetik, yaitu di bawah 130/80 mmHg.

Menurut Prof. Reggy, perubahan gaya hidup seperti penurunan berat badan, restriksi natrium, dan aktivitas fisik rutin, terbukti membantu menurunkan tekanan darah. Demikian juga pada pasien diabetes dengan hipertensi. Sejumlah studi menunjukkan manfaat terapi menggunakan berbagai obat antihipertensi dalam menurunkan kejadian kardiovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler pada pasien diabetes.

Untuk pemilihan obat-obatan, data perbandingan antar obat anti hipertensi pada penderita diabetes masih terbatas. Pada studi Hipertensi pada Diabetes oleh UKPDS, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara pengobatan menggunakan ACE inhibitor dengan β-blocker. Sedangkan pada pasien post MI, β-blocker menunjukkan efek menurunkan mortalitas.

Sebagai target terapi, semua pasien diabetes diharapkan dapat mencapai tekanan darah diastolik di bawah 80 mmHg. Pasien dengan prehipertensi, harus diberi terapi lifestyle. Jika tidak mencapai target tekanan darah, penderita harus diberi terapi farmakologis. Sedangkan pada pasien diabetes dengan hipertensi, harus diberi terapi lifestyle beserta farmakologis.

Sejumlah studi menunjukkan, ACE inhibitor dan ARB dapat membantu menghambat perkembangan nefropati diabetikum. Pada studi MICRO HOPE, ACE inhibitor memiliki efek yang lebih baik dalam mencegah kejadian kardiovaskuler. Efek ini mungkin terjadi melalui mekanisme lain, di samping penurunan tekanan darah.

Belum ada studi jangka panjang yang mempelajari hubungan antara α- blocker, diuretik loop, atau penghambat adrenergik sentral terhadap komplikasi diabetes jangka panjang. Pada studi ALLHAT, penggunaan α- blocker dihentikan karena ada kasus gagal jantung baru, pada pasien yang diberi α-blocker. Oleh karena itu, umumnya obat golongan ini diberikan sebagai terapi lini kedua atau jika ada indikasi lain, seperti hipertrofi prostat benigna.                

Banyak studi yang menggambarkan manfaat ACE inhibitor terhadap berbagai komplikasi diabetes, termasuk terhadap komplikasi mikrovaskuler mau pun makrovaskuler. Sebab itu, ACE inhibitor banyak digunakan sebagai terapi hipertensi lini pertama, pada pasien diabetes. Pada pasien yang mengalami mikroalbuminemia atau nefropati, baik ACE inhibitor mau pun ARB dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama, guna mencegah dan menghambat progresifitas nefropati. Demikian pula dengan diuretik dan β blocker. Pemilihan terapi harus berdasarkan karakter klinis pasien, termasuk komorbiditas, tolerabilitas, preferensi pribadi, dan biaya pengobatan.

Terapi Dislipidemi Pasien Diabetes Tipe 2