Ethicaldigest

Kanker Yang Belum Metastasis

Untuk pasien dengan kanker yang resectable, bedah dan radioterapi pasca operasi merupakan pengelolaan standar untuk kanker ini. Dari beberapa pengalaman para ahli, angka harapan hidup 5 tahun pada pasien yang menggunakan prosedur ini adalah 35-65%. Menurut dr. Ronald, berapapun kemungkinannya, pemeliharaan terhadap fungsi organ menjadi tujuan utama, dan kenyataanya kedua hal ini sangat sulit dilakukan. Disisi lain, terminologi dari sebuah kesuksesan pembedahan, bisa dilihat dari teknik bedah yang dilakukan. Juga mapping sebelum melakukan pembedahan terhadap tumor.

Meski pembedahan atau radioterapi pasca operasi efektif mengelola pasien kanker kepala dan leher, kenyataannya pendekatan ini masih menyisakan risiko untuk terjadinya recurrence tumor, baik di daerah tersebut maupun tidak jauh dari lokasi lama. Melakukan kombinasi kemoterapi dan radioterapi, dapat menjadi langkah untuk mengurangi risiko ini, telah dibuktikan dari 2 randomized trial yang baru-baru ini dilakukan menggunakan cisplatin kemoterapi.

Satu penelitian dilakukan di Amerika, melibatkan 459 penderita tumor yang tidak bisa diangkat melalui prosedur operasi. Mereka kemudian diberi radioterapi (60-66Gy dalam 30-33 fractions selama kurang lebih 6-6,6 minggu), atau radioterapi+cisplatin (100 mg/m2, pada hari ke 1, 22 dan 43). Setelah dilakukan followup selama 46 bulan, rata-rata kontrol lokal dan regional secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien yang mendapat kemoterapi, daripada pasien yang mendapat radioterapi saja dengan hazard ratio 0,61, p = 0.01. Harapan hidup bebas penyakit, juga lebih panjang secara signifikan, pada pasien yang mendapat kemoterapi dibanding yang hanya mendapat radioterapi saja, dengan p=0,04. Namun over all survival, tidak ada perbedaan antara kedua kelompok.

Trial yang kedua, dilakukan di Eropa, melibatkan sekitar 334 pasien, dengan desain yang sama. Setelah dilakukan follow up selama 60 bulan, insiden kekambuhan lokal dan regional, secara signifikan lebih rendah pada kelompok yang mendapat kemoterapi, dengan p=0,007. Rata-rata, angka harapan hidup bebas progresi penyakit lebih tinggi secara signifikan (p=0,04), dengan perkiraan angka harapan hidup 5-tahun pada kelompok kemoterapi sebesar 47%. Sementara pada kelompok yang mendapat radioterapi saja, hanya 36%.

Menurut dr. Ronald, cetuximab dalam studi EXTREME, memang memberikan hasil yang cukup baik. Perhimpunan Onkologi Indonesia sudah memasukkan cetuximab, sebagai salah satu terapi lini pertama. Tujuannya membantu terapi radiasi, atau diberikan secara bersama-sama dengan kemoterapi. “Dulu, awalnya cetuximab hanya diberikan pada kasus kanker kolorektal. Sekarang berkembang dan dapat diberikan pada kasus kanker kepala dan leher karena terbukti sangat membantu, dan hasilnya bermakna,” tambahnya.

Dalam kasus yang sama, menurut dr. Ronald, kini banyak dokter yang sudah tidak lagi menggunakan metrotextrat (MTX) untuk kanker kepala dan leher.  Selain itu, tidak lagi dianjurkan untuk menggunakan MTX bersama-sama dengan radiasi. Karena MTX memiliki efek samping yang sangat banyak. “Lain halnya pada kombinasi radiasi dengan cetuximab, efek sampingnya sangat kecil,” tambahnya. Cetuximab menghambat pertumbuhan sel kanker, dengan cara yang lebih spesifik (targeted therapy).

Ditambahkan oleh dr. Ronald bahwa pada kemoterapi, follow up dalam pengobatan adalah dengan mengawasi efek sampingnya. Disarankan untuk selalu melihat derajat efek samping pada pasien. “Apakah masih bisa ditolerasi pasien atau tidak, atau bahkan sangat mengganggu, sehingga dosis obat berikutnya harus dilakukan penyesuaian dengan cara menurunkan dosisnya,” tambahnya. Selain itu, dengan mengamati kondisi pasien, dokter bisa mengetahui seberapa lama kemungkinan dapat melakukan kemoterapi. Ini bisa terlihat dari progres terapi yang dilakukan, apakah ada perkembangan atau tidak. Atau, di sisi lain malah harus dihentikan setelah dilakukan beberapa seri kemoterapi, bila dianggap tidak memberi hasil yang memuaskan.

Namun, jika seluruh pengobatan yang ada sudah selesai, entah radiasi atau kemoradiasi, kepada pasien secara berkala dilakukan monitoring sebulan sekali, 3 bulan sekali dan 6 bulan sekali, bahkan hingga setahun. “Monitoring dilakukan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Bukan hanya pemeriksaan labotratorium, tetapi juga CT Scan dan MRI, untuk melihat bahwa daerah bekas tumor sudah mengalami remisi atau masih memiliki tanda-tanda aktif,” tambahnya.

Peran nutrisi, menurut dr. Ronald, sangat menentukan kondisi pasien. Dokter tentunya tidak mau melihat pasien makin kurus dan menderita. Maka, harus bisa meyakinkan pasien untuk terus  mendapat asupan kalori dari bahan-bahan esensial semaksimal mungkin. Dalam keadaan tertentu, misal pada kasus kanker yang sulit mengharapkan penggunaan jalur makanan normal untuk asupan nutrisi, dokter bisa melakukan pemasangan stoma di lambung. “Tidak mungkin pasien diinfuse terus, misal dalam tahap berobat jalan, sementara dokter tidak yakin untuk tetap mempertahankan fungsi saluran mulutnya,” tambahnya.

Meningkatnya Insiden SCCHN

Kaitan HPV dan SCCHN

Epidemiologi SCCHN-HPV