Ethicaldigest

Meningkatnya Insiden SCCHN

Kanker leher dan kepala atau yang kita kenal dengan istilah Squamous Cell Carcinoma of the Head and Neck (SCCHN), mencakup kanker rongga mulut, nasofaring, faring dan laring, memiliki angka kejadian sekitar 6% dari total kanker di dunia. Di banyak negara, kanker ini lebih banyak ditemukan pada populasi pria, dibandingkan wanita. Di eropa, pada tahun 2002 angka kejadiannya mencapai 143.000, dan menyebabkan sekurang-kurangnya 68.000 kematian. Dari beberapa publikasi internasional, tembakau dan alkohol merupakan dua faktor utama yang berkontribusi pada terjadinya kanker leher dan kepala.

Berdasar pengalaman dr. Ronald A. Hukom, MHSc, SpPD-KHOM, dari Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Kanker Dharmais, Jakarta, kejadian kasus kanker kepala dan leher yang paling sering di temukan adalah kanker nasofaring. Kanker nasofaring, terutama banyak di daerah Asia Timur. “Penyakit ini masuk dalam peringkat 5, dari 10 besar kejadian kanker terbanyak di Indonesia,” katanya. 

Menurut dr. Ronald, semua agen atau bahan yang bisa mengiritasi daerah mukosa mulut leher, memiliki potensi untuk membuat peradangan atau membuat potensi sel di sekitarnya, dan dalam jangka waktu yang lama bermutasi menjadi ganas. Perlu diketahui bahwa pola makan orang Asia Timur, yang menyukai sup hangat dengan berbagai macam bumbu, berpotensi menimbulkan iritasi dan bisa mengakibatkan terjadinya kanker.

Mengenai HPV sebagai penyebab terjadinya kanker kepala dan leher, dr. Ronald mengatakan,  memang ada laporan mengenai hal tersebut. Ia mengatakan, HPV mula-mual ditemukan pada kasus kanker leher rahim (kanker serviks), tapi sekarang sudah meluas. Tidak hanya sebabkan kanker serviks, tapi juga kanker mulut. Penyebabnya adalah perubahan gaya hidup, di antaranya penyimpangan perilaku seksual dengan melakukan oral seks.

Morbititas dan mortalitas SCCHN

Lebih dari 40% pasien dengan SCCHN, dating dalam kondisi penyakit yang sudah mengalami metastasis. Metastasis yang paling sering terjadi adalah di paru-paru, mediastinal nodes, hati dan tulang. Peluang hidup penderita bergantung beberapa faktor, diantaranya tingkat keparahan penyakit, dan kondisi pasien.

Sebuah studi retrospektif, yang melibatkan kurang lebih 3000 orang dengan kanker mukosa, memperlihatkan peluang hidup 5 tahun sebanyak 91% untuk stage I, 77% untuk stage II, 61% untuk stage III, 32% untuk stage IVa, dan 25% untuk stage IVb. Sementara, pada stage IVc survivalnya kurang dari 4%. Dikatakan juga dalam penelitian ini, rata-rata harapan hidup pasien makin berkurang pada pasien dengan komorbid.

Prinsip pengobatan kanker secara menyeluruh

Untuk kanker yang tidak metastasis, berapapun stadiumnya, radioterapi memiliki peran yang sangat penting sebagai strategi pengobatan utama dalam setiap kasus. Semakin maju metode radioterapi yang dilakukan pada pasien, misalnya dengan menggunakan regimen fractionantion, dapat meningkatkan kontrol lokoregional pada pasien.

Manfaat kemoterapi juga meningkat, baik pada penyakit yang resectable maupun yang unresectable. Bourhis dan kawan-kawan melakukan suatu metaanalisa terhadap 87 penelitian dan menemukan, penggunaan kemoterapi dikaitkan dengan meningkatnya harapan hidup sebesar 5% dalam waktu 5 tahun. Manfaat kemoterapi dapat ditingkatkan dengan menggunakan secara bersamaan, antara kemoterapi dan radioterapi (kemoradioterapi). Dalam satu penelitian terbukti, kombinasi ini dapat memberikan 8% angka harapan hidup dalam waktu 5 tahun.

Tahap awal penyakit

Pada stage awal, terapi selalu dimulai dengan satu modalitas. Bisa berupa bedah, endoskopi, brachy therapy, maupun eksternal beam radioterapi. Pada stage 1, prosedur radioterapi dan bedah memiliki hasil yang sama. Dan, secara umum, diterima sebagai pengobatan pada stage awal penyakit kanker. Tapi, pemberian terapi harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu dan kondisi penyakit, serta karakteristik tumor, mencakup letak tumor, ukuran dan umur pasien, kondisi pasien, fungsi kardiovaskuler dan sistem pernafasan. Pekerjaan pasien dan akses untuk mendapat pelayanan kesehatan, juga dimasukkan kedalam status pasien.

Melihat tingginya risiko untuk terjadinya secondary primary tumor, terutama yang paling umum pada mereka yang sudah terpapar tembakau, mengubah gaya hidup dengan menghindari alkohol dan  tembakau, merupakan salah satu jalan untuk mengurangi tingginya risiko secondary cancer. Meskipun, manfatnya belum diketahui pasti.

Jalan lain yang dapat ditempuh, sebagai usaha untuk mengurangi tingginya risiko secondary cancer, adalah dengan melakukan kemoprevensi. Prosedur ini sudah diujicobakan dalam beberapa kasus malignansi, dengan hasil yang memuaskan dalam beberapa kasus (seperti dengan menggunakan tamoxifen dalam kasus kanker payudara).

Pada kanker kepala dan leher, retinoids merupakan satu dari beberapa senyawa, yang secara ekstensif sedang diteliti. Dalam dosis tinggi, retinoids memiliki manfaat pada lesi premalignant di mulut. Akan tetapi, laporan terbaru dari studi acak fase III, yang dilakukan pada pasien SCCHN yang gagal diterapi memperlihatkan, efek kemoprevensi dari 13-cis retinoid acid tidak berbeda antara semua grup yang mendapat pengobatan. Studi acak besar lain juga menunjukkan, pemberian N-acetylcysteine dan vitamin A tidak menunjukkan manfaat yang lebih baik, saat diberikan sendiri maupun kombinasi, dalam mencegah perkembangan secondary tumor, dibandingkan kelompok yang tidak diberi intervensi apapun.

Kanker Yang Belum Metastasis

Kaitan HPV dan SCCHN

Epidemiologi SCCHN-HPV positif