Ethicaldigest

Penanganan Hipertensi Ibu Hamil 1

National High Blood Pressure Educational Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (2008) mengelompokkan hipertensi dalam kehamilan menjadi: hipertensi kronis, hipertensi gestasional, preeklampsia dan preeklampsia superimposed hipertensi kronis. Disebut hipertensi kronis jika sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20 minggu, tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang baru ditemukan pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai proteinuria. Sedangkan preeklampsia adalah kondisi hipertensi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu, disertai proteinuria atau keluhan sistemik lainnya. 

Pencegahan

Untuk menurunkan risiko hipertensi pada kehamilan, terutama preeklamsia, penggunaan aspirin dosis rendah, 75 mg/minggu dari usia kehamilan 12 minggu, dianjurkan bagi wanita yang berisiko tinggi. Yaitu mereka yang memiliki gangguan kesehatan, seperti menderita hipertensi kronis, penyakit ginjal, diabetes dan kondisi otoimun seperti lupus. Atau wanita dengan dua atau lebih faktor risiko moderat: kehamilan pertama, mengandung bayi kembar, indeks masa tubuh, riwayat preeklamsia pada keluarga, berusia ≥40 tahun atau interval yang panjang antara kehamilan ≥10 tahun.

Aspirin dosis rendah memiliki manfaat sedang. Tapi, berdasarkan bukti ilmiah, obat ini dapat diandalkan dan memiliki profil keamanan yang baik. Sementara, terapi lainnya hanya memiliki sedikit bukti, seperti donor oksida nitrat, progesteron, diuretik atau heparin berat molekul rendah. Suplemen gizi yang diberikan semata-mata untuk mencegah preeklampsia, tidak dianjurkan.

Ada pedoman penatalaksanaan hipertensi pada keadaan khusus. Hipertensi pada wanita yang dikeluarkan Indonesian Society of Hypertension tahun 2010, suplemen rutin seperti kalsium, magnesium, omega 3, asam lemak dan antioksidan tidak efektif sebagai pencegahan preeklampsia, walau pun dapat bermanfaat pada kasus-kasus tertentu. Pemberian suplemen kalsium, hanya dapat mengurangi risiko terjadinya preeklampsia pada ibu hamil berisiko tinggi dan pada ibu hamil, yang asupan kalsiumnya rendah.

Pengelolaan hipertensi pada kehamilan

“Apabila wanita hamil memiliki tekanan darah yang terus meningkat, kita harus memastikan apakah hipertensi ini harus diobati. Berapa target tekanan darah yang ingin dicapai, dan segera mencegah pemakaian obat antihipertensi yang bisa berbahaya bagi janin,” kata Prof. dr. Suhardjono, Sp.PD-KGH, dari Divisi Ginjal dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FK Universitas Indonesia.

Menurutnya, pada preeklamsia dengan hipertensi ringan, pasien tidak perlu diobati. Tidak ada bukti bahwa pengobatan bermanfaat untuk ibu dan janinnya, kecuali mengurangi risiko untuk hipertensi berat. Dalam hal ini, pertimbangan lebih ditujukan pada risiko pengobatan terhadap janin. Hal ini dikecualikan pada sub kelompok wanita hamil dengan hipertensi sekunder. Atau kehamilan dengan risiko tinggi, di mana kondisi tersebut mengharuskan pemberian obat-obatan antihipertensi, dengan target tekanan darah 120-140/80-90mmHg.

“Pada hipertensi berat, tujuan pengobatan adalah untuk melindungi ibu dari komplikasi serebrovaskular atau stroke, gagal jantung dan gagal ginjal,” kata Prof. Suhardjono. Dianjurkan, pengobatan dimulai ketika tekanan darah >150/>100mmHg, atau bila ada keluhan yang berkaitan dengan hipertensi, seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada dan sebagainya. Target pengobatan antara 140-150 mmHg/90-100 mmHg.

Pada pasien hipertensi kronis/esensial yang mendapat obat dan tekanan darahnya dapat terkendali dengan baik, dianjurkan untuk menurunkan dosis bertahap sampai dengan menghentikan pengobatan dengan pengawasan yang ketat. Pengobatan baru dimulai lagi bila ada keluhan yang sesuai dengan hipertensi berat atau tekanan darah lebih dari 150/95-99 mmHg, walau belum tergolong hipertensi berat dan masih memungkinkan terkontrol dengan obat oral.

Pilihan obat untuk hipertensi gestasional

Obat-obatan golongan ACE inhibitor, ARB, HCT harus dihentikan karena meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada janin. Pemilihan obat didasarkan pada ada/tidaknya risiko pengobatan yang diberikan, baik untuk ibu atau pun janin. Sebaiknya, pilih golongan obat yang tidak memberikan risiko kelainan tersebut dengan mempertimbangkan rasio cost-benefit.

Target tekanan darah yang hendak dicapai adalah 150/100mmHg. Sedangkan pada yang hipertensi kronis sekunder atau dengan penyakit ginjal kronis, targetnya lebih rendah, 140/90 mmHg. “Usahakan tekanan darah diastolik jangan sampai turun kurang dari 80 mmHg, dan sesudah melahirkan ditargetkan tekanan darah 140/90mmHg. Apabila memakai metildopa, obat dihentikan pasca partus dan diganti kembali dengan obat sebelumnya.