Ethicaldigest

Osteoatritis (OA) Lutut: Epidemiologis dan Patogenesis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi, di mana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Hal ini ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago), hyaline sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.

Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson pada tahun 2008 melaporkan, satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. Osteoarthritis pada lutut, merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern dan kawan-kawan tahun 2010  menemukan, orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun memiliki kemungkinan lebih besar mengalami osteoarthritis.

“Angkanya meningkat terus sejalan dengan meningkatnya usia,” ujar dr.
Andry Reza Rahmadi, SpPD-KR, MKes
. Pada pria dari kelompok usia yang sama, 23% menderita OA pada lutut kanan. Sedangkan 16,3% menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7%.

Patogenesis

Osteoartritis dibagi menjadi dua: OA primer dan OA sekunder. OA primer, atau disebut juga dengan OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti (tidak diketahui) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik mau pun proses perubahan local pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer, merupakan OA yang disebabkan inflamasi, kelainan system endokrin, metabolik, pertumbuhan, factor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Dalam praktik sehari-hari, kasus OA primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder.

Selama ini, OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan yang
tidak dapat dihindari. Namun, belakangan diketahui bahwa OA merupakan gangguan keseimbangan metabolism kartilago, yang menyebabkan kerusakan struktur. Kerusakan diawali gangguan mekanisme perlindungan sendi, dan diikuti beberapa mekanisme
lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.

Mekanisme pertahanan sendi, diperankan oleh pelindung sendi yang meliputi: kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (range of motion) dari sendi (Felson, 2008). Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago di permukaan sendi. Sehingga kerusakan kartilago karena gesekan bisa dihindari. Protein yang disebut lubricin adalah cairan di kartilago, yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan terhenti diproduksi ketika terjadi cedera dan peradangan pada sendi.

Otot dan tendon yang menghubungkan sendi memberi perlindungan pada sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup, pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stress yang terjadi pada sendi, dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Benturan yang diterima sendi akan didistribusikan ke seluruh permukaan. Sehingga mengurangi dampaknya. Sementara itu, tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu kolagen tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul aggrekan diantara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan merupakan molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.

Kondrosit, sel yang terdapat dijaringan avaskular, akan mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Enzim-enzim ini merangsang kondrosit, untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan ini dijaga oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor
lingkungan.

Kondrosit selanjutnya mensintesis metalloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM bekerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Meski demikian, pada fase awal, aktivitas serta efek dari MPM menyebar, hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago.

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulas 
pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit agar menghasilkan prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi  matriks. Nilai TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan, dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.

Kartilago memiliki metabolism yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun, pada fase awal perkembangan OA, kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif (Felson, 2008).

Pada proses terjadinya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis, dan jalinan-jalinan kolagen akan mudah mengendur. Kelainan mekanisme pertahanan sendi, akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi.

Osteoatritis: Tanda dan Gejala, serta Cara Mendiagnosanya