Ethicaldigest

Efek Melatonin dalam Pengobatan Kanker Rongga Mulut

Karsinoma rongga mulut (KRM) merupakan keganasan yang kejadiannya terus meningkat. KRM dan faring adalah keganasan yang sering terjadi dan menempati urutan ke-6 dari seluruh kanker di dunia. Kejadian KRM adalah 275.000 dan karsinoma faring sebanyak 130.300 (tidak mencakup karsinoma nasofaring). Sebagian besar keganasan rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa (KSS).

Masalah yang sering dijumpai pada pemberian kemoterapi adalah resistensi tumor terhadap obat kemoterapi. Mekanisme resistensi tumor terhadap obat merupakan hal kompleks dan melibatkan berbagai faktor yang terbagi tiga kategori: resistensi farmakokinetik, resistensi intrinsik sel tumor dan berbagai faktor yang terkait dengan microenvironment tumor, seperti hipoksia jaringan.

Disampaikan oleh Dr. dr. Diani Kartini Sp.B(K)Onk bahwa faktor utama yang berperan pada kondisi hipoksia adalah protein hypoxia-inducible factor: (HIFs). HIF merupakan heterodimer yang terdiri atas subunit-α yang mempunyai tiga isoform yaitu hypoxia-inducible factor Iα (HIF-l), hypoxia-inducible factor 2α (HIF-Za) dan hypoxia-inducible factor 3α (HIF-3a) serta subunit-β.

Ekspresi berlebih HIF-lα banyak terjadi pada kanker manusia, seperti kanker otak, payudara, leher rahim, orofaring, dan ovarium. Ekspresi berlebih HIF-lα berhubungan dengan resistensi kemoterapi, radioterapi, dan angka mortalitas.

Hipoksia juga dipengaruhi oleh reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS meningkatkan stabilitas HIF 1α di sel inflamasi. ROS dapat ditanggulangi oleh sistem antioksidan tubuh antara lain melatonin yang merupakan antioksidan endogen. Melatonin menghambat atau menekan proliferasi sejumlah tipe sel kanker yang berbeda-beda, berhubungan dengan peningkatan atau penurunan ROS.

Liu dan kawan-kawan meneliti efek melatonin terhadap pemutusan rantai DNA menunjukkan bahwa melatonin mcningkatkan kapasitas memperbaiki DNA melalui berbagai gen pada DNA damage responsive pathways, serta menginaktivasi DNA damaging agents. Tinjauan sistematis dan meta-analysis terhadap 21 uji klinis menunjukkan manfaat melatonin 10-40 mg/hari pada pasien kanker, dengan atau tanpa kombinasi kemoterapi standar yang diberikan sebelum kemoterapi atau bersama kemoterapi.

Satu penelitian terbaru dilakukan dr. Diani Kartini. Hasilnya telah berhasil dipertahankan di hadapan penguji dalam sidang Promosi Doktor di IMERI FKUNI, 18 Juni 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas melatonin dalam meningkatkan respons klinis penderita KSSRM stadium lanjut lokal yang diberikan kemoterapi neoadjuvan dan apakah melatonin dapat memperbaiki hipoksia yang ditandai dengan penurunan ekspresi HIF-1α, miR-210, CD44, dan CD133.

Penelitian ini melibatkan 50 pasien dari RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais. Sebanyak 25 pasien mendapat kombinasi melatonin dan KN (taksan, sisplatin, dan 5- fluorourasil) dan 25 pasien lainnya mendapat KN saja. Sebanyak 25 pasien menyelesaikan protokol penelitian (13 pasien kelompok melatonin dan 12 pasien kelompok plasebo).

Melatonin 20 mg perhari menurunkan ekspresi HIF-1α (p = 0,301), miR-210 (p = 0,767), dan CD44 (p = 0,103) namun tidak bermakna jika dibandingkan plasebo. Ekspresi CD133 meningkat pada kedua kelompok melatonin dan plasebo (p = 0,301) walaupun tidak bermakna. Melatonin 20 mg perhari selama 1 minggu sebelum KN pertama dimulai sampai KN selesai tidak memberikan perbedaan respons positif yang bermakna pada dua kelompok.

Penurunan konsentrasi HIF-1α dan CD133 tidak diikuti penurunan persentase sisa tumor. Pada kelompok melatonin, ekspresi CD44 dan miR-210 menurun diikuti penurunan persentase sisa tumor yang tidak bermakna dibandingkan plasebo. Pada kelompok yang mendapat melatonin, persentase sisa tumor 21,35% lebih rendah dibandingkan kelompok plasebo meskipun tidak berbeda bermakna (p = 0,531).