Ethicaldigest

Mengelola Pasien Pasca SKA 2

ACE inhibitor

ACE inhibitor selain obat untuk gagal jantung, juga telah berkembang menjadi obat antihipertensi dan sebagai obat proteksi kardiovaskular. Efek proteksi kardiovaskular inilah yang digunakan, sebagai upaya untuk prevensi sekunder penyakit jantung koroner. ACE inhibitor mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, menghambat sistim renin angiotensin dan mencegah pemecahan bradikinin.

Guideline American Heart Association (AHA)/ACC tahun 2006 mengajukan pernyataan mengenai ACE inhibitor sebagai berikut:

  1. ACE inhibitor harus segera dimulai dan dilanjutkan dalam jangka waktu tidak terbatas, pada semua penderita dengan fraksi ejeksi < 40% dan pada penderita hipertensi, diabetes atau ginjal kronis, kecuali bila ada kontraindikasi.
  2. Pertimbangkan untuk semua penderita yang lainnya
  3. Pada penderita dengan risiko rendah, dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri normal, di mana faktor risiko kardiovaskular sudah terkontrol, dan sudah menjalani revaskularisasi, pemakaian ACE inhibitor, dapat dipertimbangkan sebagai terapi pilihan.

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB menghambat efek angiotensin II pada tingkat reseptor, dengan indikasi yang sama dengan ACE inhibitor. ARB oleh AHA/ACC direkomendasikan sebagai berikut:

  1. Digunakan bila intoleran terhadap ACE inhibitor pada penderita gagal jantung atau menderita infark miokard, dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40%.
  2. Pertimbangkan pada pasien lain, di mana terdapat intoleransi terhadap ACE inhibitor.
  3. Pertimbangkan kombinasi dengan ACE inhibitor pada penderita dengan gagal jantung disfungsi sistolik.
  4. ACE inhibitor masih reasonable pada pasien pasca SKA, walau tidak ada gangguan fungsi ventrikel kiri, hipertensi atau diabetes melitus, kecuali ada kontraindikasi.
  5. ACE inhibitor masih reasonable pada pasien post SKA dan gagal jantung, di mana fraksi ejeksi lebih dari 40%.

Antagonis aldosteron

Spironolakton dan eplerenon dapat mencegah efek aldosteron pada jantung melalui peningkatan ekskresi sodium, dan mengurangi ekskresi kalium melalui perannya pada ginjal. Pasien dengan gagal jantung lanjut kelas NYHA, kelas III dan IV gagal jantung dan/atau LVSD EF  40% sesudah infark, harus diterapi dengan spironolakton sampai 25mg/hari, atau eplerenon sampai 50mg/hari, kecuali ada kontraindikasi.

Beta blocker

Merupakan terapi standar untuk angina yang dicetuskan aktivitas fisik, angina yang timbul saat istirahat, dan angina pectoris tidak stabil. Beta blocker mengurangi mortalitas pada fase akut infark miokard, dan periode pasca infark. Beta blocker secara kompetitif menghambat efek-efek katekolamin, pada reseptor-reseptor alfa adrenergik. Efek-efek beta blocker antara lain sebagai anti aritmia, anti angina dan efek simfatolitik, dengan mengurangi stimulasi inotropik dan kronotropik miokard. Beta blocker harus diberikan sebagai prevensi sekunder penyakit jantung koroner pada penderita dengan infark miokard, hipertensi/disfungsi sistolik ventrikel kiri dan/atau hipertensi.

Kontrol tekanan darah

Guideline AHA/ACC tahun 2006 merekomendasikan bahwa target tekanan darah adalah kurang dari 140/90mmHg, atau kurang dari 130/80mmHg bila pasien disertai diabetes atau penyakit ginjal kronis. Hal ini sama dengan rekomendasi JNC VII.

Semua penderita dengan hipertensi, harus mulai dan mempertahankan gaya hidup, meliputi control berat badan, meningkatkan aktivitasfisik, mengurangi alkohol, mengurangi asupan garam, mengonsumsi buah segar, sayuran dan rendah asupan produk-produk lemak.

Sepanjang bias ditoleransi, bias diberikan obat penurun tekanan darah, diawali dengan beta blocker, dan/atau ace inhibitor, ditambah obat lain, seperti thiazide seperlunya. Sedangkan ARB, antagonist aldosteron dan calcium channel blocker dengan kerja lama juga harus dipertimbangkan, terutama pada penderita gagal jantung dan /atau angina pectoris stabil. Umumnya pasien memerlukan paling tidak 2 macam obat antihipertensi, untuk mencapai target yang diinginkan.

Tatalaksana dislipidemia

Kolesterol merupakan komponen utama plak aterosklerosis. Karena itu, menurunkan kadar koelsterol merupakan target utama dalam mencegah penyakit aterosklerosis sebagai prevensi primer atau sebagai prevensi sekunder. Dari trial yang baru ditekankan bahwa kolesterol LDL harus kurang dari 100mmHg, untuk semua penderita penyakit jantung koroner dan lainnya. Dan, sangat beralasan untuk menurunkan kolesterol LDL sampai kurang dari 70mmHg.

Bila target LDL <70mmHg yang diharapkan, perlu peningkatan terapi statin secara bertahap, sesuai respon dan toleransi pasien. Bila target kolesterol LDL < 70mmHg sulit didapat akibat kadar LDL baseline yang tinggi, penurunan kolesterol LDL harus lebih dari 50%, dengan monoterapi statin atau kombinasi.