Ethicaldigest

Alat baru Atasi Henti Nafas Karena Overdosis

Stimulasi listrik, yang diantarkan suatu alat tanam, yang serupa dengan pacemaker atau secara eksternal, melalui alat sejenis anautomated external defibrillator (AED), bisa membangkitkan respirasi dan membuat pasien yang overdosis opioid bernafas kembali.

Satu penelitian yang dilakukan pada babi menunjukkan bahwa henti nafas yang diinduksi obat bisa dideteksi dan penyelamatan bisa dilakukan menggunakan stimulasi listrik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan pendekatan semacam itu, respirasi fisiologis bisa dipertahankan sampai dengan 2 jam.

“Fentanyl telah menjadi penyebab meningkatnya persentase overdosis. Sementara Narcan (nalokson) efektif dalam mengatasi overdosis heroin. Namun, untuk skala lebih besar, obat ini tidak cukup untuk mempertahankan respirasi yang memadai pada pasien yang overdosis fentanyl,” kata Howard Levin, MD, managing partner Coridea LLC, New York City.

Selain itu, nalokson tidak efektif dalam kasus overdosis yang dipicu beberapa obat, seperti kombinasi opioid dan alkohol atau opioid dan benzodiazepine. Selain itu, dengan nalokson, durasi efek adalah tetap. Sedangkan, perangkat yang memberikan stimulasi listrik dapat memberikan stimulasi yang cukup untuk mendukung seseorang melalui seluruh episode overdosis tanpa memerlukan terapi farmakologis.

Levin dan rekan-rekannya telah mengembangakn suatu alat yang bisa memberikan stimulasi listrik, yang bisa membantu orang yang overdosis karena obat. Alatnya ini telah dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Academy of Addiction Psychiatry (AAAP) ke 29.

Sebelumnya, Levin juga turut mengembangkan satu alat serupa untuk central sleep apnea (CSA). CSA adalah suatu kondisi, dimana otak gagal mengirimkan sinyal untuk bernafas melalui saraf frenik. Alat itu bernama remedē System (Respicardia, Inc), yaitu suatu stimulator saraf frenik, yang disetujui pada November 2017 oleh Badan Obat dan Makanan Amerika untuk pengobatan CSA moderat hingga berat.  

Peneliti senior Nasir Naqvi, MD, PhD, Departemen Psikiatri, Universitas Columbia, New York City, percaya bahwa alat serupa dapat digunakan untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang mengalami henti nafas karena overdosis.

Alat implan, yang mirip dengan alat pacu jantung atau implan cardioverter-defibrillator, dan perangkat eksternal, yang merupakan automatic external respiration system (AERS), mirip dengan AED, diuji pada model babi yang mengalami henti nafas. Dalam penelitian tersebut, enam hewan diberikan fentanyl plus isoflurane untuk menginduksi depresi pernapasan. Ketika binatang-binatang tersebut mengalami henti nafas, alat dinyalakan dan mereka dapat bernafas kembali.

“Babi-babi bisa bernapas lagi dengan bantuan alat ini. Kami mampu mempertahankan respirasi fisiologis hingga 120 menit menggunakan alat transvenous atau implantable dan transcutaneous atau pendekatan eksternal, sebagaimana dinilai berdasar bertahannya kecepatan ventilasi normal (rata-rata, 12 napas per menit) dan volume tidal (rata-rata, 0,84L) dan homeostasis umum, termasuk detak jantung, tekanan darah, dan gas darah, “kata Naqvi.

“Kami melihat ini digunakan seperti alat pacu jantung,” kata Naqvi. “Ini dapat ditanamkan dalam satu kali tindakan operasi, selama 16 menit. Alat ini akan terus menerus merasakan pernafasan seseorang dan secara otomatis akan menyala jika napas berhenti. Pasien tidak harus melakukan apa-apa.”

Para peneliti percaya bahwa calon yang ideal untuk alat tersebut adalah pasien yang sering mengalami overdosis atau yang mengonsumsi banyak obat.

“Data, setidaknya pada model babi, sangat sugestif bahwa alat ini bisa menopang kehidupan. Saya pikir aplikasi klinis yang paling langsung, dan tes klinis pertama yang akan kita lakukan, adalah pada orang-orang yang sering mengalami overdosis,” kata Naqvi. Dia percaya bahwa alat ini masih harus diteliti pada pasien berisiko tinggi. Dan, semoga hasilnya bisa sesuai harapan.