Ethicaldigest

Mengungkap Penyebab Kematian Pasien PGK

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahewa ada 17,5 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2012, atau diperkirakan 3 dari 10 penderita penyakt kardiovaskuler mengalami kematian. Di Indonesia, kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) pada tahun 2018 mencapai 1,5% dengan kasus serangan jantung mencapai 14%.

Orang dengan penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung tinggi. Ketika terkena serangan jantung, mereka memiliki risiko untuk mengalami morbidtas dan mortalitas yang lebih tinggi. Data di RSCM menunjukkan bahwa angka mortalitas pasien sindrom koroner akut selama menjalani perawatan di ICCU dari tahun 1990 sampai dengan 2007 mencapai 12%. Sedangkan Setyawan, et al. pada tahun 2010 melaporkan bahwa proporsi kematian STEMI sebesar 18 %. Penelitian Martalena tahun 2013 mendapatkan angka kejadian Major Adverse Cardiac Event (MACE) di ICCU RSCM Jakarta sebesar 14%.

Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) mengalami peningkatan risiko keparahan SKA dan juga mempunyai risiko mortalitas yang lebih tinggi. Penelitian Bae et al. melaporkan angka moralitas sebesar 18,3% pada pasien infark miokard akut (IMA) dengan laju infiltrasi glomerulus (LFG) < 15 mL/min/ 1,73 m2. Sedangkan pada pasien dengan LFG > 90 mL/min/ 1,73 m2 hanya sebesar 1,2%. 

Disampaikan oleh Dr. dr. Eka Ginanjar Sp.PD-KKV dalam sidang terbuka promosi doktor di IMERI FK Universitas Indonesia bahwa terjadi proses inflamasi kronis pada pasien PGK, melalui peningkatan aktivitas kemotaksis, tumor necrosis factor-alpha (TNF-a), Interleukin-I beta (IL-lB) dan Interleukin-6 (IL-6) di dalam arteri. Peningkatan faktor inflamasi ini mengakibatkan rusaknya endotel pembuluh darah, yang dapat mempercepat terjadinya proses aterosklerosis yang diperkirakan berhubungan dengan keparahan penyakit jantung koroner.

Di dalam penelitiannya yang dipaparkan pada 22 Mei 2019, dr. Eka berusaha menjawab fenomena itu dengan menggunakan Beta2-mikroglobulin (β2-M) sebagai penanda peradangan dan Fibroblast growth factor 23 (FGF23) sebagai penanda proses yang disebut Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorders (CKD-MBD).

Beta 2-mikroglobulin (beta2-M) merupakan sebuah polipeptida yang ditemukan pada semua sel berinti dan trombosit, serta berpotensi untuk menjadi penanda inflamasi lokal atau sistemik. Peningkatan molekul Beta 2-M yang dimodifikasi oleh Advance Glycation Endproducts (AGES) berdampak pada peningkatan TNF-alfa, IL-1beta, dan IL6 di dalam arteri sehingga terjadi proses inflamasi kronis yang merusak endotel pembuluh darah. Hal tersebut memicu rekrutmen makrofag dan limfosit ke pembuluh darah yang telah mengalami kerusakan endotel serta penumpukan lipid sehingga mempercepat terbentuknya plak aterom serta kekakuan pembuluh darah.

Fibroblast growth factor 23 (FGF23) diproduksi oleh osteoklas ketika kalsitriol meningkat dan memiliki peran untuk meregulasi fosfor dan metabolisme vitamin D serta memiliki pengaruh penting dalam homeostasis fosfat. Pada pasien PGK, FGF 23 dapat memengaruhi terjadinya gangguan kardiovaskular karena perubahan pada komponen mineral metabolisme (vitamin D, hormon paratiroid, kalsium, dan fosfat) terutama pada kondisi CKD-MBD. Peningkatan kadar FGF23 akan meningkatkan risiko keparahan koroner dan kematian pada pasien PGK melalui mekanisme hipertrofi ventrikel kiri, kalsiflkasi pembuluh darah, dan defisiensi status Klotho yang merupakan protein penanda gangguan pembuluh darah dan Vitamin D aktif dalam pembuluh aorta.

Penelitian ini dilaksanakan di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta dengan melibatkan 117 pasien dari Januari sampai dengan Oktober 2018. Pasien serangan jantung dengan gagal ginjal dievaluasi dan diperiksa darahnya. Hasil penelitian ini menemukan sebuah teori baru yaitu reaksi peradangan akut yang timbul saat serangan jantung, yang semakin hebat reaksi peradangannya sejalan dengan bertambahnya stadium gagal ginjal pasien. Komplikasi dan kematian yang terjadi juga menjadi semakin berat.

Penelitian ini membuktikan bahwa proses kronis terjadi pada gagal ginjal, yang mengakibatkan penyakit jantung koroner, penebalan otot jantung dan gagal jantung. Tapi, proses ini membutuhkan waktu lama untuk dapat menyebabkan komplikasi pada saat terjadi serangan jantung. Dari penelitian ini didapatkan bahwa komplikasi yang terbanyak adalah gagal jantung, sesuai dengan proses kronis yang terjadi. Penelitian ini mengungkap bahwa serangan jantung menyebabkan reaksi sistemik peradangan akut, akibat proses kronis yang terjadi. Ini berujung pada meningkatnya komplikasi dan kematian pada pasien-pasien ini.

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat di dunia kedokteran, terutama karena telah berhasil menguak penyebab banyaknya pasien gagal ginjal yang mengalami komplikasi dan kematian saat terjadi serangan jantung. Penelitian ini menambah cakrawala baru tentang proses peradangan akut yang sangat tinggi terjadi pada pasien serangan jantung yang juga mengalami gagal ginjal sebelumnya. Penemuan ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya guna menemukan obat, metode atau teknik untuk mencegah atau menekan reaksi peradangan akut ini. Tujuannya tentu saja untuk mengurangi kematian dan kesakitan pada pasien gagal ginjal terutama saat terjadi serangan jantung