Ethicaldigest

Alternatif Terapi OA 2

Asam hyaluronan

Pendekatan lain, selain penggunaan agen oral untuk mengurangi nyeri sendi, adalah penggunaan terapi artikular seperti hyaluronan (asam hyaluronik) atau glukokortikoid. Mekanisme kerjanya masih belum jelas. Ada dugaan, asam ini bekerja menghambat mediator inflamasi, seperti sitokin dan prostaglandin, stimulasi sintesis matriks cartilage dan menghambat degradasi cartilage, dan aksi protektif langsung pada ujung saraf nosiseptif.

Dalam penelitian klinis sediaan hyaluronan intraartikular, berkurangnya rasa nyeri pada mereka yang menyelesaikan penelitian lebih besar dibanding yang mendapat suntikan intraartikuler dengan plasebo, dan setara dengan mereka yang menggunakan OAINS. Selain itu, berkurangnya rasa nyeri pada mereka yang menyelesaikan penelitian setara atau lebih besar, daripada yang mendapatkan intraartikular glukokortikoid.

Meski nyeri berkurang secara perlahan dengan penyuntikan hyaluronan daripada dengan injeksi glukokortikoid, efeknya dapat bertahan lebih lama dengan injeksi hyaluronan. Penyuntikan hyaluronan intraartikular diindikasikan pada pasien yang tidak memberi respon, terhadap terapi non farmakologis dan analgesik sederhana. Penyuntikan hyaluronan intraartikular bermanfaat pada pasien yang berkontraindikasi terhadap OAINS non selektif dan penghambat COX2.

Glukosamin dan kondroitin

Glukosamin adalah suatu monosakarida amino dan pembentuk glikosaminoglikan pada kartilage artikular. Glukosamin diberikan untuk pengobatan osteoartritis, baik sebagai obat resep atau suplemen. Penggunaan glukosamin didukung oleh persepsi bahwa zat ini adalah pembentuk kartilage. Selain itu, glukosamin memiliki efek menurunkan ekspresi gen yang diinduksi interleukin 1 dengan menghambat kaskade sinyal intraseluler sitokin dan aktifasi nuclear factor-kappa B (NF-kB). “Glukosamin membentuk proteoglikan yang menginduksi pembentukan kartilage dan menghambat degenerasi kartilage,” kata dr. Irfan.

Secara keseluruhan, penggunaan glukosamin dalam pengelolaan osteoartritis didukung  penelitian klinis yang dilakukan dengan crystalline glucosamine sulfate. Ini adalah suatu bentuk stabil dari glucosamine sulfate. Penelitian crystalline glucosamine sulfate 1500 mg 1x sehari, secara sigifikan mengurangi rasa nyeri dan keterbatasan fungsi (efek memodifikasi gejala) pada osteoartritis lutut. Pemberian secara terus menerus selama 3 tahun, menghasilkan penurunan progresi perubahan struktur sendi dibandingkan plasebo, sebagaimana dinilai berdasarkan penyempitan ruang antara sendi.

Keamanan obat sangat baik pada penelitian klinis dan dalam pengamatan pasca pemasaran. Crystalline glucosamine sulfate 1500 mg 1x sehari, karenanya dianjurkan oleh mayoritas guideline dan terlihat cost effective dalam analisa farmakoekonomi. Dibandingkan dengan  formula dan dosis glukosamin lainnya, Crystalline glucosamine sulfate 1500 mg 1x sehari memiliki kadar plasma dan cairan synovial yang lebih daripada kadar ambang yang dibutuhkan untuk memberikan efek.

Chondroitin sulfate adalah zat pembentuk utama dari kartilage, membentuk struktur sendi, menahan air dan molekul. “Kondroitin sulfat digunakan untuk menginduksi pertumbuhan kartilage, juga menghambat degenerasi,” kata dr. Irfan. Untuk osteoartritis, chondroitin biasanya diberikan dengan dosis 400mg 3x sehari. Chondroitin sulfate oral dapat dengan cepat diserap, ketika dilarutkan lebih dulu dalam air sebelum digunakan. Sekitar 12% chondroitin sulfate yang dikonsumsi melalui mulut, dapat mencapai jaringan sendi.

Saat digunakan dengan obat antiinflamasi konvensional, seperti ibuprofen, chondroitin sulfat, tampak dapat membantu mengurangi nyeri sendi pinggul dan lutut karena osteoartritis. Chondroitin sulfate sering dijual dalam bentuk kombinasi dengan glucosamine sulfate. Namun, sejauh ini belum ada bukti bahwa kombinasi ini dapat bekerja lebih baik dari chondroitin sulfate atau glucosamine sulfate dalam bentuk monoterapi.

Mungkin, aspek paling penting dari suplemen mengandung glucosamine dan chondroitin adalah bahwa suplemen ini dapat memperlambat atau mencegah degenerasi kartilage sendi, penyebab nyeri osteoartritis. Glucosamine dan chondroitin sulfate juga dapat mengurangi rasa nyeri di sendi. Dan tidak seperti OAINS yang punya efek samping, suplemen kombinasi antara glucosamine dan chondroitin sulfate hanya memiliki sedikit efek samping.

Penelitian yang dipublikasikan 8 November 2012 di American Journal of Epidemiology, memperlihatkan bahwa penggunaan secara rutin  glukosamin, kondroitin atau suplemen minyak ikan dapat menurunkan high-sensitivity C-reactive protein (hs-CRP), suatu penanda inflamasi, sampai 16-22%. Di mana kita tahu bahwa inflamasi berperan penting dalam patogenesis osteoartritis.

Pada partisipan yang secara reguler menggunakan suatu suplemen, peneliti menemukan penurunan hs-CRP sebesar 17% (95% confidence interval [CI], 7% – 26%) dengan glukosamin, 22% (95% CI, 8% – 33%) dengan chondroitin, dan 16% (95% CI, 0.3% – 29%) dengan minyak ikan, dibandingkan dengan partisipan yang tidak menggunakan suplemen ini. Analisa ini disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, ras, riwayat merokok dan indeks masa tubuh.

Anti interleukin 1

Inflamasi berperan penting dalam pathogenesis osteoartritis. “Interleukin 1b berperan penting dalam patogenesis osteoartritis,” ucap dr. Wawaimuli Arozal, M.Biomed, dari Departemen Farmakologi FK Universitas Indonesia. Il-1b memiliki efek katabolik. “Il-1b mampu menstimulasi produksi sendiri, untuk meningkatkan sintesis faktor katabolik dan apoptosis kondrosit, dan untuk menurunkan sintesis makromolekul kartilage,” tambahnya. Terapi yang dapat menargetkan sitokin ini dan faktor-faktor terkait ini memiliki peran penting dalam terapeutik osteoartritis.

ECHODIAH, penelitian selama 3 tahun yang melibatkan 507 pasien, memperlihatkan bahwa penggunaan diacerein, suatu anti Il-1, dapat memperlambat progresi penyakit, dibandingkan plasebo. Penggantian sendi panggul lebih sedikit pada pasien yang menggunakan diacerein, dibanding plasebo (37 pasien vs. 50 pasien). Pasien yang berhenti dari pengobatan lebih banyak pada yang menggunakan plasebo dibanding diacerein.

Penelitian ini mengonfirmasi temuan klinis sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa diacerein dapat memodifikasi struktur sendi, dan menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa pengobatan dengan diacerein selama 3 tahun memiliki efek memodifikasi struktur sendi, dibandingkan plasebo dan memiliki profil keamanan yang baik.

Penelitian lain menunjukkan, efikasi diacerein serupa dengan piroxicam dan OAINS lainnya, seperti tenoxicam dan diklofenak. Tapi memiliki profil keamanan yang lebih baik, dengan efek carry over yang lama. Namun, karena Diacerein memiliki onset yang lama, dan tidak menghambat prostaglandin, obat ini bisa diberikan bersamaan dengan OAINS untuk 24 minggu pertama, agar dapat mengurangi gejala lebih cepat.

Dr. Yoga Iwanof Kasjmir, Sp.PD-KR, dan kawan-kawan pernah melakukan penelitian terhadap diacerein. Dalam penelitian ini terlihat, obat ini efektif mengurangi rasa nyeri pada osteoartritis lutut, sebagaimana diukur menggunakan VAS. Diacerein berkontribusi terhadap penurunan nyeri secara sigifikan di minggu kedua pengobatan.