Ethicaldigest

Alternatif Terapi OA 1

Pengobatan osteoarthritis (OA) harus mencakup terapi farmakologis dan non farmakologis. Ada beberapa pilihan terapi farmakologis yang aman untuk pasien OA.     

Belum ada obat yang dapat menyembuhkan osteoarthritis. Namun, terapi yang ada dapat menurunkan rasa sakit, mempertahankan dan/atau memperbaiki pergerakan sendi, memperbaiki kualitas hidup, menghambat progresifitas kerusakan sendi, dan mengedukasi pasien tentang penyakit osteoartritis dan cara penanganannya. Yang paling penting adalah memberikan terapi non farmakologis, yaitu memperbaiki faktor risiko, seperti obesitas, mencegah penggunaan sendi secara berlebihan, serta mencegah benturan.

European League Against Rheumatism (EULAR) dan American College of Rheumatology menganjurkan pengobatan non farmakologis, farmakologis dan pembedahan. Pengobatan non farmakologis meliputi penyuluhan, latihan (rehabilitasi medis), pengurangan berat badan, penggunaan alat bantu, olahraga dan mengoptimalkan gerakan sehari-hari.

Terapi non farmakologis

Patogenesis terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh berbagai faktor. Maka, pengelolaan osteoartritis dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis antara lain istirahat cukup, tindakan fungsi sendi, akupuntur, dan terapi fisik penguatan otot sendi. Selain itu, penderita diedukasi agar dapat memahami kelainan osteoartritis dan pentingnya penurunan berat badan untuk mencapai berat badan ideal.

“Banyak faktor risiko osteoarthritis. Ada faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi,” kata dr. Irfan Saleh, Sp.OT dari Departemen Ortopedi dan Traumatologi FK Universitas Indonesia. Faktor yang dapat dimodifikasi antara lain penggunaan sendi lutut berlebihan, cidera, berat badan berlebih, kelemahan otot dan gaya hidup. Terapi non farmakologis ditujukan untuk memodifikasi faktor-faktor risiko.

Tindakan non farmakologis antara lain terapi fisik, berupa latihan otot quadriceps tanpa beban (non weigh bearing), penggunaan alat bantu (tongkat, fasilitas toilet dengan tempat duduk, atau terapi dengan modalitas pengurangan nyeri (ultrasound). Sebaiknya terapi non farmakologis diberikan bersamaan dengan terapi obat.

Penelitian yang dilakukan Van Baar ME dan kawan-kawan menunjukkan efikasi latihan fisik dalam memperbaiki kekuatan otot, mobilitas dan koordinasi pada pasien dengan osteoartritis lutut. Dalam penelitian ini, pasien yang menjalani latihan fisik tidak hanya mengalami perbaikan gejala nyeri dan disabilitas, tapi juga lebih sedikit menggunakan asetaminofen dan lebih sedikit datang konsultasi setelah 12 minggu.

Pada pedoman ACR tahun 1995, dianjurkan penurunan berat badan pada pasien osteoartritis lutut dengan kelebihan berat badan. Penelitian oleh Toda Y dan kawan-kawan memperlihatkan, penurunan berat badan dengan rata-rata 3,9 kg dalam waktu 6 minggu memperbaiki osteoartritis pada lutut, sebagaimana diukur dengan Lequesne algofunctional index.

Guideline ini juga menganjurkan penggunaan tongkat. Penggunaan tongkat dapat menurunkan beban pada sendi yang tidak terkena osteoartritis. Cara ini dapat menurunkan nyeri dan memperbaiki fungsi gerak.

Terapi farmakologis

Semua obat yang digunakan dalam terapi osteoarthritis, harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Tanpa diberikan bersama dengan terapi non farmakologis, terapi obat tidak efektif. Ada beberapa terapi farmakologis untuk osteoartritis, yaitu dengan menggunakan asetaminofen, OAINS, COX-2 inhibitor, infeksi intraartikular dengan steroid atau asam hyaluronan, glukosamin dan kondroitin, serta antagonist interleukin 1 (diacerein).

Pada sebagian besar pasien osteoartritis, mengurangi nyeri ringan sampai moderat dapat menggunakan analgesik sederhana, asetaminofen yang efeknya setara dengan OAINS. Lebih lanjut, Bradley dan rekan-rekan tidak dapat menunjukkan perbedaan respon dengan asetaminofen dan ibuporofen, pada pasien osteoartritis lutut dengan tanda-tanda inflamasi sendi.

Namun, Eccles dan rekan-rekan dalam satu metaanalisa membandingkan analgesik sederhana dengan OAINS, pada pasien dengan osteoartritis lutut. Terlihat bahwa pasien yang ditangani dengan OAINS mengalami perbaikan yang lebih signifikan, baik pada saat istirahat atau saat bergerak.

Dua penelitian memberikan data mengenai efikasi relatif dari asetaminofen dan OAINS, pada pasien dengan osteoartritis. Dalam satu penelitian, asetaminofen dan ibuprofen memiliki efektivitas setara, pada pasien dengan nyeri ringan sampai moderat. Tapi ibuprofen secara statistik lebih baik dari asetaminofen, pada pasien dengan nyeri berat. Pada penelitian lain, diklofenak secara statistik lebih baik dari asetaminofen untuk nyeri dan fungsi gerak.

Lebih lanjut, dua penelitian oleh Wolfe dan kawan-kawan, serta oleh Pincus T dan kawan-kawan, menunjukkan efektifitas OAINS yang lebih besar dibanding asetaminofen, walau banyak pasien masih menggunakan asetaminofen. Meski sejumlah pasien tidak merasakan manfaat dari pemberian asetaminofen, obat ini masih dijadikan terapi lini pertama, dengan pertimbangan masalah biaya, efikasi dan profil toksisitas.

Pada pasien dengan osteoartritis lutut dengan nyeri moderat sampai berat, dan menunjukkan tanda-tanda peradangan, aspirasi sendi yang disertai injeksi intraartikular glukokortikoid atau pemberian OAINS dapat menjadi pilihan terapi lini pertama.

Injeksi steroid intraartikuler Injeksi steroid intraartikuler dipertimbangkan, ketika penderita memiliki kontraindikasi terhadap OAINS. “Penyuntikan dilakukan tidak lebih dari 2-4 suntik per sendi setiap tahun,” kata dr. Irfan. Ia mengatakan bahwa pendekatan ini lebih baik dari plasebo untuk mengendalikan nyeri selama 2-3 minggu. Di minggu ke 4-24, tidak ada bukti dapat memperbaiki nyeri. Juga tidak ada bukti pendekatan ini dapat memperbaiki fungsi gerak.