Ethicaldigest

Puasa Penderita Dispepsia 2

Bolehkan Penderita Dispepsia Berpuasa?

Bolehkah penderita dispepsia berpuasa? Pertanyaan ini banyak beredar di masyarakat. Ketakutan bahwa puasa akan memicu sakit maag, masih menghantui mereka yang hendak menjalankan puasa. Padahal, menurut dr. Ary Fachrial Syam, SpPD dari Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM, pada prinsipnya penderita dispepsia boleh berpuasa, malah dianjurkan untuk berpuasa.

Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan, pada orang yang berpuasa keluhan-keluhan dispepsia mereda selama menjalani puasa. Tampaknya, puasa memperbaiki keluhan-keluhan dispepsia pada orang yang berpuasa. Namun, harus dilihat apakah pasien memiliki tanda-tanda alarming, yang tidak memperbolehkan mereka berpuasa, seperti dispepsia akut, muntah-muntah hebat dan tidak bisa makan.

“Penderita dispepsia dibagi menjadi dua kelompok, dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Dispepsia fungsional kalau kita lakukan endoskopi, tidak kita temukan kelainan. Tapi pada yang organik, kita bisa temukan kelainan,” kata dr. Ari. Prevalensi dispepsia fungsional sekitar 60-70% dan organik sekitar 30-40%. Jadi, sebagian besar dispepsia fungsional.

Dispepsia terjadi karena ketidakteraturan makan, sering mengonsumsi camilan yang mengandung coklat, keju, lemak dan merokok. Dispepsia juga bisa muncul  karena faktor stress sehingga meningkatkan kadar asam dalam lambung yang kemudian memicu gejala dispepsia

“Nah, saat mereka berpuasa, makan menjadi teratur, karena dia pasti akan melakukan sahur dan buka. Mereka juga akan menghindari camilan yang tidak sehat dan menghindari rokok,” kata dr, Ari. Ditambahkan bahwa kalau orang berpuasa, faktor stress terkendali. Penderita akan lebih tenang, sehingga asam lambung tidak meningkat.

Tapi, pada orang dengan gangguan organic, perlu dilihat dulu apa masalahnya, apakah karena tukak atau luka. Kalau karena ulkus, kita obati dulu. Kalau sudah diobati, baru boleh puasa. Kalau karena tumor atau kanker, tentu tidak boleh berpuasa. Jadi, yang organik pun masih bisa berpuasa, tergantung seberapa berat penyakit yang dialami. Bahkan pada kelompok yang ada luka, kemudian sudah diobati maka dianjurkan untuk berpuasa.

Beberapa penelitian menunjukkan, pada kelompok yang minum obat dan berpuasa akan lebih baik dibanding kelompok yang minum obat dan tidak berpuasa. Ini artinya, berpuasa memiliki kebaikan pasti untuk dispepsia fungsional dan organik. Tergantung kasusnya.

Tapi, ada beberapa penderita yang memang tidak boleh berpuasa. Biasanya, kalau sudah akut, muntah-muntah hebat,  tidak bisa makan, dia tidak boleh puasa. Orang yang berpuasa dianjurkan makan saat berbuka dan sahur. Kalau tidak bisa buka dan makan sahur optimal, maka tidak bisa berpuasa.

Untuk orang yang berpuasa, minggu-minggu pertama adalah yang berat karena merupakan minggu-minggu penyesuaian. Biasanya, selama kondisi tersebut, butuh obat untuk menurunkan asam lambung. Tujuannya, untuk melewati minggu minggu pertama dengan baik.

Obat penekan asam selama puasa

Untuk asam lambung, kita bagi dua besar, antagonis H2 reseptor dan PPI. Sedangkan antasida hanya mentralkan asam lambung dan hanya bekerja selama 8 jam. Jadi, kalau tujuannya menekan asam lambung, berikan obat yang dapat menekan asam lambung. PPI bisa bekerja selama 12 jam dan 24 jam, tergantung seberapa tinggi asam lambung.  Kalau asam lambungnya tidak berat, dalam 24 jam  bisa menekan asam lambung.

PPI bekerja pada tahap akhir produksi asam lambung, yaitu di sel parietal. Jadi, dia menekan pompa proton yang menghasilkan asam lambung. Karena kerjanya pada tahap akhir dari sekresi asam lambung, maka PPI merupakan obat yang paling kuat dalam penekanan asam lambung dan paling konsisten. Di Indonesia, ada 5 PPI yang dipasarkan. Dengan adanya obat ini, hampir semua tukak sekarang bisa disembuhkan. Sangat sedikit yang tidak respon dengan obat PPI.

Pada penderita dispepsia organik yang ditemukan adanya kelainan pada saluran cerna, dianjurkan untuk minum PPI dua kali, saat sahur dan berbuka. Tapi, jika pasien dalam keadaan akut atau post-bleeding, tidak dianjurkan berpuasa. Sementara pada penderita dispepsia fungsional, biasanya hanya satu kali sehari, setengah jam sebelum sahur.

Menurut Prof. dr. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, sekarang antasida dianggap tidak menyembuhkan, tetapi hanya membantu menghilangkan gejala. H2 antagonist cukup effective, tapi hasilnya jauh dibawah PPI. Sementara itu, H2 antagionist ada efek toleransi. Dalam satu minggu, mulai kelihatan efek toleransinya. Jadi, untuk pengobatan jangka panjang empat minggu atau delapan minggu, kemungkinan efektifitasnya akan menurun.

Puasa Penderita Dispepsia 1