Menurut dr. Hananto, pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG.
RV infarction Elevasi segmen ST diprecordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Diagnosis STEMI ditegakkan, jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST sangat bervariasi, bergantung usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard. Bagi pria berusia 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm, dan 2,5 mm bagi pasien usia kurang dari 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan, jika terdapat angina dan tidak disertai elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST = 0,5 mm di V1-V3 dan = 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris= 2 mm makin memperkuat dugaan Non STEMI.
Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat molekulnya 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya 37.000 Dalton.
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada sitosol, dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol yang merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah. Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas, bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya, cTnT berikatan dengan miofibril terlepas, tapi hal ini membutukan waktu lebih lama.
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, perubahan kadar cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT, yang terikat pada miofibril. Sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya.
Menurut dr. Hananto, berat dan lamanya iskemia miokard, menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi, dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membrane sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu, terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. PH intrasel menurun, diikuti pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat.
Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam, sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya turun.
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari. cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama aripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan, bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar = 0.03 µg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).