Ethicaldigest

Sistim Skoring Skrining Kelaikan Kerja

Lingkungan kerja di perusahaan hulu migas mempunyai faktor risiko kerja yang tinggi, dan dapat mempengaruhi penurunan tingkat kesehatan pekerja. Perlu evaluasi yang dapat memastikan pekerja dalam keadaan sehat, untuk bekerja dan tetap sehat setelah bekerja.

Pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap pekerja, sudah dilakukan sebagai bagian dari pemenuhan peraturan pemerintah. Tujuan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan, antara lain untuk dapat menentukan status kelaikan kerja pekerja, dikenal dengan Fitness for work, sehingga perusahaan mempekeriakan pekeria yang memang sehat untuk bekerja, atau dapat menempatkan pekerja sesuai dengan kondisi kesehatan dan kelaikan kerjanya.

Perlu diketahui, walaupun seorang pekeria mempunyai masalah kesehatan, pekerja  masih dapat bekerja sesuai dengan keterbatasannya. Pemeriksaan kesehatan pekerja harus dilakukan sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan kesehatan sebelum pensiun (Undang-Undang Republik Indonesia. No. 36 tahun 2009. tentang Kesehatan pada Bab XII, Kesehatan Keria, Pasal 165). Selain itu, terdapat peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi no. 10/ PerMen 1976, tentang penunjukan dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja.

Dokter yang telah mendapat sertifikat penunjukan sebagai dokter pemeriksa tenaga kerja dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, berwenang untuk menandatangani hasil pemeriksaan kesehatan dan menentukan kelaikan kerja bagi pekerja. Namun persyaratan yang berlaku saat ini, masih belum menjamin kompetensi dokter pemeriksa kesehatan mampu melakukan penilaian kelaikan keria.

Di sisi lain, perusahaan hulu migas merupakan perusahaan yang bidang pekerjanya mempunyai risiko kerja terhadap kemungkinan kecelakaan, dan penyakit yang parah pada saat bekerja. Pekerja kerap berhubungan dengan bahan-bahan kimia berbahaya, beracun dan risiko terjadi kebakaran, serta pajanan bahan berbahaya lain. Lebih dari 25 ribu pekerja sektor perusahaan hulu migas permanen di Indonesia, yang bekerja berhadapan dengan risiko yang disebutkan diatas.

Disamping itu, masih terbatasnya jumlah dokter spesialis kedokteran okupasi (147 orang) bila dibandingkan dengan fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan pekerja. “Perlu pengembangan sistim skoring, untuk skrining kelaikan kerja yang dapat di gunakan dokter terlatih,” ujar Dr. dr. Kasyunnil Kamal, SpKO.

Pengembangan skor untuk skrining kelaikan kerja oleh dr. Kasyunnil, dibuat dengan metode Delphi yang melibatkan para pakar. Yaitu Spesialis Kedokteran Okupasi dan praktisi dokter perusahaan. Selanjutnya disepakati, sistem skoring terdiri dari status kesehatan, faktor risiko kerja dan waktu rujukan. Sistem skor yang dihasilkan diuji dan dilakukan validasi. Penentuan skrining kelaikan kerja, dilakukan dengan penjumlahan ketiga skor variabel, untuk penentuan hasil laik kerja atau tidak laik kerja. Uji diagnostik membandingkan antara penentuan kelaikan kerja oleh dokter spesialis kedokteran okupasi (standart baku emas), pada kelompok yang sama dan ditentukan sensitivitas dan spesifisitasnya.

Pengembangan sistem skor kesehatan sesuai tingkat keparahan diagnosis kerja (skor 0.3 5.7), risiko kerja (skor 0,1,2, 3, 4) dan waktu rujukan (skor 1,2,3,4,5). Skrining kelaikan kerja menggunakan skor oleh dokter, memiliki sensitivitas tinggi (98,8%), nilai prediktif positif tinggi (99%), spesifisitas (79%) sehingga sistem skor dapat digunakan untuk skrining kelaikan kerja oleh dokter Spesialis Kedokteran Okupasi khusus pekerja offshore atau onshore daerah terpencil.

Atas penelitiannya, dr. Kasyunnil, mendapat gelar Doktor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada 8 November 2016 di Jakarta.