Ethicaldigest

Obat Sakit Kepala Akut 2

Sumatriptan

Sumatriptan, yang disuntikkan secara subkutan, adalah obat pilihan untuk serangan sakit kepala kluster akut. Efikasi obat untuk indikasi ini telah diteliti dalam sejumlah penelitian yang didisain dengan baik.

Dalam satu penelitian plasebo terkontrol acak, efikasi sumatriptan (6 mg) subkutan untuk pengobatan sakit kepala kluster, dipelajari pada 39 pasien. Keparahan sakit kepala menurun signifikan dalam 15 menit, pada kelompok yang diobati dengan sumatriptan, dibanding pasien yang diobati dengan plasebo (74% vs 26 %). Pasien yang diobati sumatriptan, juga lebih banyak yang bebas nyeri setelah 15 menit disuntik, dibandingkan dengan pasien yang diobati plasebo (46% vs 10%). Sumatriptan dapat ditoleransi dengan lebih baik.

Dalam penelitian terkontrol lainnya, sumatriptan subkutan dengan dosis 6 mg atau 12 mg, atau plasebo, diberikan pada 134 pasien sakit kepala kluster. Lima belas menit setelah disuntikkan, jumlah pasien yang mengalami penurunan sakit kepala adalah 80%, 75% dan 35% untuk sumatriptan 12 mg, sumatriptan 6 mg, dan plasebo, secara berturut-turut. Sumatriptan dalam dosis yang lebih tinggi tidak lebih superior, dibanding dosis lebih rendah, dan malah memiliki efek samping lebih besar.

Dalam sebuah penelitian label terbuka dari kelompok yang sama, keamanan dan efikasi jangka panjang sumatriptan subkutan dinilai pada 138 pasien sakit kepala kluster. Setiap pasien dengan maksimal 2 kali serangan per hari, disuntik satu kali per serangan. Total 6353 serangan terjadi selama 3 bulan. Pengurangan sakit kepala tercapai pada 96% serangan. Tidak ada hubungan penurunan efikasi obat dengan penggunaan terus menerus. Sumatriptan dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping tidak meningkat, meski digunakan dengan frekuensi yang lebih tinggi.

Zolmitriptan

Efikasi zolmitriptan intranasal untuk serangan sakit kepala kluster akut telah dipelajari dalam 2 penelitian terkontrol. Dalam 1 penelitian, 92 pasien mendapat zolmitriptan intranasal (5 mg atau 10 mg) atau placebo, untuk serangan akut. Tiga puluh menit setelah pengobatan, pengurangan sakit kepala secara signifikan lebih tinggi zolmitriptan, dibandingkan dengan plasebo (62%, 40%, dan 21% untuk zolmitriptan 10 mg, zolmitriptan 5 mg, dan plasebo secara berurutan). Pasien dengan ECH memiliki angka respon lebih tinggi untuk zolmitriptan (and to placebo) dibandingkan mereka yang mengalami CCH. Zolmitriptan dapat ditoleransi dengan baik.

Oksigen

Inhalasi oksigen telah digunakan untuk pengobatan sakit kepala kluster akut, selama beberapa dekade. Kelebihan oksigen adalah minimnya efek samping. Berbeda dengan triptans, oksigen dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular. Mekanisme kerja oksigen pada sakit kepala kluster, dipengaruhi efek vasokontriksi. Yang lebih baru, terlihat bahwa oksigen menghambat aktivasi neuronal pada trigeminal nukleus kaudalis, yang diinisiasi stimulasi overflow parasimpatik melalui saraf fasial.

Oksigen telah dievaluasi sebagai pengobatan akut sakit kepala kluster dalam sejumlah penelitian. Dalam sebuah penelitian terbuka, Kudrow mempelajari efikasi oksigen untuk serangan sakit kepala kluster akut pada 52 pasien. Oksigen 100% dihirup melalui masker wajah dengan kecepatan 7 liter/menit selama 15 menit. Tiga puluh sembilan (75%) pasien mengalami pengurangan nyeri secara signifikan dalam 15 menit. Respon terbaik didapatkan pada pasien berusia lebih muda yang mengalami ECH.

Oksigen hiperbarik juga telah dipelajari, sebagai pengobatan untuk serangan sakit kepala kluster akut. Weiss et al mempelajari seorang pasien skait kepala kluster dengan oksigen hiperbarik 100% (2 atmosfer), setelah tidak memberi respon terhadap terapi oksigen konvensional. Dua serangan diobati dengan oksigen hiperbarik, dengan nyeri menghilang total. Di Sabato dan kawan-kawan mengobati 7 pasien ECH dalam penelitian polasebo terkontrol. Enam pasien memberi respon dengan baik. Lebih lanjut, pada 3 pasien yang memberikan respon, periode sakit kepala kluster berakhir setelah pengobatan. Plasebo tidak memberikan efek pada rasa sakit.

Ergotamine dan Dihidroergotamine

Derivat ergot adalah satu dari sekian agen pertama, yang digunakan untuk pengobatan sakit kepala kluster. Laporan efikasi ergotamine untuk indikasi ini berasal dari penelitian tahun 1940-an dan 1950-an. Meski demikian, data ini berdasarkan penelitian-penelitian berlabel terbuka dan laporan-laporan kasus. Obat-obatan ini belum pernah dievaluasi dalam penelitian-penelitian terkontrol untuk indikasi ini.

Kudrow membandingkan efikasi ergotamine sublingual dengan oksigen, pada 50 pasien dengan sakit kepala kluster. Angka respon terhadap ergotamine adalah 70%, dibandingkan 82% pada pasien yang menggunakan oksigen (tanpa perbedaan signifikan antara kelompok). Oksigen dapat ditoleransi lebih baik daripada ergotamine. Meski demikian, ergotamine lebih nyaman digunakan. karena ketersediaannya terbatas dan memiliki efek samping serius, terutama karena efek vasokontriksi, ergotamine saat ini jarang digunakan untuk sakit kepala kluster akut. Dihydroergotamine (DHE) tersedia dalam sediaan suntik (intravena, intramuskular, atau  subkutan) dan intranasal.

Meski tidak ada data dari penelitian terkontrol, pengalaman klinis menunjukkan efikasi DHE intravena, untuk sakit kepala kluster akut. Meski demikian, pengobatan ini tidak praktis untuk sebagian besar pasien, karena sulit digunakan di awal serangan. Berdasar pengalaman klinis, penyuntikan DHE intramuskular dan subkutan tidak seefektif pemberian melalui intravena.

Efikasi dan tolerabilitas DHE intranasal (1 mg) dalam pengobatan sakit kepala kluster akut, diteliti dalam sebuah penelitian terkontrol melibatkan 25 pasien. DHE intranasal menurunkan intensitas, tapi bukan durasi, dari serangan dan dapat ditoleransi dengan baik. Peneliti menunjukkan bahwa efikasi moderat dari obat-obatan ini, terkait dengan dosis yang digunakan.

Lidocaine

Data efikasi lokal penggunaan lidokain pada serangan sakit kepala kluster akut, berasal dari beberapa penelitian tidak terkontrol dan 1 penelitian acak terkontrol. Kittrelle dan kawan-kawan meneliti efek lidocaine, dioleskan ke fossa sphenopalatina, pada serangan akut skait kepala kluster. Empat dari 5 pasien yang dirawat, mengalami pengurangan rasa sakit dan gejala yang berhubungan serangan sakit kepala kluster yang diinduksi nitrat. Pengobatan ini juga efektif untuk serangan spontan.

Dalam studi lain, Hardebo dan Elner meneliti efek lidokain 4%, yang diteteskan melalui lubang hidung ipsilateral rasa sakit pada nyeri sakit kepala kluster dan gejala terkait. Dua puluh empat pasien yang diteliti memberikan hasil positif. Penelitian lain oleh Robbins, menguji pengaruh intranasal lidocaine pada 30 pria dengan sakit kelapa kluster. Hasilnya, 27% melaporkan nyeri berkurang moderat, 27 % sedikit berkurang dan 46% tidak melaporkan adanya pengurangan nyeri. Dalam penelitian plasebo terkontrol, Costa dan kawan-kawan meneliti kemanjuran lidokain 10%, diberikan secara bilateral ke fossa sphenopalatina menggunakan kapas. Penggunaan Lidocaine mengakibatkan pengurangan nyeri pada semua pasien.

Somatostatin dan Octreotide

Sicuteri dan kawan-kawan melakukan studi terkontrol untuk menguji kemanjuran somatostatin intravena, untuk serangan akut sakit kepala kluster. Tujuh puluh dua serangan yang dialami oleh 8 orang dipelajari. Somatostatin infus lebih unggul dibanding plasebo, dan sebanding dengan ergotamine intramuskular, dalam mengurangi nyeri CH. Matharu et al mengevaluasi efektivitas octreotide, sebuah analog somatostatin yang dapat diberikan subkutan, untuk CH akut. [30] octreotide 100 mg secara signifikan unggul dengan plasebo berkaitan dengan tingkat respons sakit kepala (52% vs 36%).

Manfaat penting dari obat ini adalah kurangnya efek vasokonstriksi, membuat terapi ini menjadi pilihan pengobatan untuk pasien yang tidak dapat menggunakan triptans, karena penyakit pembuluh darah.